PROFESI
BIDANG PENDIDIKAN KEJURUAN
Telah lama berkembang kesadaran publik bahwa tidak ada
guru, tidak ada pendidikan formal. Telah muncul
pula kesadaran bahwa tidak ada pendidikan yang bermutu, tanpa kehadiran guru yang profesional dengan jumlah yang mencukupi.
Selama menjalankan
tugas-tugas profesional,
guru dituntut melakukan profesionalisasi atau proses penumbuhan dan
pengembangan profesinya. Diperlukan upaya yang terus-menerus agar guru
tetap memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan
kurikulum serta kemajuan IPTEK.Disinilah esensi
pembinaan dan pengembangan profesional guru. Kegiatan ini dapat dilakukan atas
prakarsa institusi, seperti pendidikan dan pelatihan, workshop, magang, studu
banding dan lain-lain.
Pengembangan dan peningkatan kompetensi bagi guru yang
sudah memiliki sertifikat pendidik
dilakukan dalam rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya tetap sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
seni, dan budaya dan/atau olah raga. Pengembangan
dan peningkatan kompetensi dimaksud dilakukan
melalui sistem pembinaan dan
pengembangan keprofesian guru berkelanjutan yang dikaitkan dengan perolehan angka kredit
jabatan fungsional. Pembinaan dan pengembangan keprofesian guru meliputi
pembinaan kompetensi-kompetensi pedagogik,
kepribadian,
sosial, dan profesional.
Sementara itu, pembinaan dan
pengembangan karier meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Upaya
pembinaan dan pengembangan karir guru
ini harus sejalan dengan jenjang jabatan fungsional
mereka. Pengembangan profesi dan
karir diarahkan untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja guru
dalam rangka pelaksanaan
proses pendidikan dan pembelajaran di kelas dan
di luar kelas. Inisiatif meningkatkan
kompetensi dan profesionalitas ini harus sejalan dengan upaya untuk memberikan penghargaan, peningkatan kesejahteraan
dan perlindungan terhadap guru.
Menurut PP No. 74 tahun 2005 tentang Guru mengamanatkan bahwa terdapat dua alur pembinaan dan pengembangan profesi
guru, yaitu pembinaan dan pengembangan
profesi, dan pembinaan dan pengembangan karir. Pembinaan dan pengembangan
profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Pembinaan
dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud dilakukan
melalui jabatan fungsional.
Pendidikan
guru kejuruan (Vocational teacher education) sampai saat ini masih
menjadi bahan diskusi di beberapa konferensi di seluruh dunia. Hal tersebut
seperti yang dikemukakan oleh Lipsmeier dalam GIZ (2013): “ when TVET
teacher training is the subject of discussions at any conference around the
world, no much time elapses before it becomes patenly clear, that there are
many unresolved issues to do with this sector of the educational system.”
Masalah yang sulit dipecahkan antara lain adalah kurikulum untuk pendidikan
guru kejuruan. Kurikulum untuk pendidikan guru kejuruan sangat sulit untuk
direncanakan menjadi kurikulum yang terstandar atau homogen yang bisa digunakan
oleh para dosen di perguruan tinggi dan siap dipelajari oleh para mahasiswa.
Pendidikan kejuruan dan pendidikan
guru kejuruan di Indonesia memiliki masalah yang hampir sama atau bahkan lebih
kompleks dari pada masalah international dan regional tersebut di atas.
Masalah- masalah tersebut berkaitan dengan: sistem pendidikan, penerapan
kurikulum, pemberlakukan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI),
ketersediaan guru kejuruan bidang studi langka (tidak ada LPTK yang
menyelenggarakan program keahlian tersebut), pemerataan guru di seluruh daerah
Indonesia, dan pendidikan profesi guru kejuruan.
Isu mengenai supply dan demand
tenaga guru keduanya sangat kompleks dan berdimensi banyak. Hal tersebut
meliputi: bagaimana mengembangkan kualifikasi guru yang sudah ada, bagaimana
memenuhi kekurangan guru pada mata pelajaran tertentu, bagaimana merekrut guru
untuk lokasi yang memang betul-betul membutuhkan, bagaimana distribusi guru
dengan jalan yang adil dan efisien, dan bagaimana menjaga kualitas guru secara
berkelanjutan (GIZ, 2013). Semua masalah tersebut terjadi di hampir semua
negara terutama negara yang sedang berkembang, memiliki wilayah luas dan
penduduknya relatif banyak.
Model pendidikan guru kejuruan ada
lima macam (GIZ, 2013). Pertama, model concurent atau integrative
model. Beberapa pemangku kepentingan memiliki konsensus umum bahwa model
ini lebih disukai, karena mahasiswa yang mendaftar pada program studi ini
memang akan menjadi guru kejuruan. Model kedua adalah model consecutive,
yaitu memperoleh kualifikasi sebagai guru setelah lulus dari universitas
(sarjana atau magister). Pelaksanaan pendidikan guru meliputi pendidikan
kejuruan, keterampilan kejuruan baik sebelum menjadi guru atau sudah menjadi
guru. Pendidikan dilakukan secara klasikal atau melalui pendidikan jarak jauh.
Model ketiga adalah perekrutan para praktisi dari dunia kerja. Keempat
rekrutmen praktisi yang memiliki gelar sarjana. Model yang kelima adalah
rekrutmen pekerja ahli (real practical practitioners). Pada saat ini
dari kelima model tersebut, Indonesia menerapkan model yang pertama, yaitu
model concurent. Setelah UUGD (Undan-Undang Guru dan Dosen) disahkan dan
PPG (Pendidikan Profesi Guru) dilaksanakan, maka model pertama dan model kedua
diterapkan di Indonesia. Model perekrutan praktisi saat ini jarang dilaksanakan
di SMK di Indonesia.
Kementerian pendidikan dan kebudayaan
mulai tahun 2011 menyelenggarakan PPG untuk guru kejuruan. Program PPG tersebut
merupakan program rintisan yang terdiri dari PPG Terintegrasi Kolaboratif (PPGT
Kolaboratif) dan PPG Terintegrasi dengan kewenangan tambahan (PPGT). Kedua
macam rintisan PPG tersebut mengikuti model consecutive dan model concurent.
Berdasarkan surat keputusan Dirjen
Mandikdasmen, No.251/c/Kep/MM/2008 tentang Spektrum Keahlian Pendidikan
Menengah Kejuruan, terdapat tidak kurang dari 121 jenis kompetensi keahlian
yang dipelajari di jenjang pendidikan menengah kejuruan. Banyaknya kompetensi
keahlian tersebut ternyata tidak seimbang dengan jumlah kompetensi keahlian
yang diselenggarakan oleh LPTK di seluruh Indonesia. Banyak bidang keahlian yang
belum tersedia guru produktifnya karena LPTK hanya menyelenggarakan 28 program
studi yang sesuai dengan spektrum tersebut. Berdasarkan data direktorat
pendidikan tinggi, masih dibutuhkan guru adaptif sejumlah 5.980 guru, guru
produktif sebanyak 18.165 orang guru. Gambaran kekurangan guru kedua macam
kelompok mata pelajaran tersebut tidak terjadi pada guru mata pelajaran
normatif yang kelebihan guru sejumlah 16.046 orang
(http://majubersama.dikti.go.id).
PPG Kolaboratif diharapkan dapat
mengatasi kesenjangan kebutuhan dan pendidikan guru kejuruan. Kolaborasi antara
LPTK dengan Politeknik yang memiliki bidang keahlian yang belum diselenggrakan
di LPTK dapat menghasilkan guru SMK yang berkualitas.
Kekurangan guru di SMK pada saat ini
sedang diusahakan untuk dipecahkan dengan menyelenggarakan program PPGT
Kolaboratif dan PPGT untuk calon guru SMK. Program PPG diharapkan mampu
memenuhi kebutuhan guru pada semua bidang keahlian sesuai spektrum keahlian
pendidikan menengah kejuruan. PPG prajabatan yang telah diatur dalam
Permendikbud No 87 tahun 2003 bisa dikembangkan menjadi program PPG paruh waktu
dengan berbagai metode penyampaian (blended learning), sehingga
pemenuhan guru kejuruan untuk semua kompetensi keahlian dapat dipenuhi secara
efisien.
Daftar Pustaka
Wijanarka,
Bernandus setyo. Pendidikan Profesi Guru
Sekolah Menengah Kejuruan di Indonesia.Fakultas Teknik UNY.
https://www.scribd.com/doc/216752053/Pengembangan-Profesi-Dan-Pembinaan-Karir-Guru-Kejuruan
diakses pada tanggal 07 Novenber 2015 pukul 13.25 WITA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar