Sabtu, 07 November 2015

PROFESI KEPENDIDIKAN (Tugas 9)



PROFESI BIDANG PENDIDIKAN KEJURUAN

Telah lama berkembang kesadaran publik bahwa tidak ada guru, tidak ada pendidikan formal. Telah muncul pula kesadaran bahwa tidak ada pendidikan yang bermutu, tanpa kehadiran guru yang profesional dengan jumlah yang mencukupi. Selama menjalankan tugas-tugas  profesional, guru dituntut melakukan profesionalisasi atau proses penumbuhan dan  pengembangan profesinya. Diperlukan upaya yang terus-menerus agar guru tetap memiliki  pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum serta kemajuan IPTEK.Disinilah esensi pembinaan dan pengembangan profesional guru. Kegiatan ini dapat dilakukan atas prakarsa institusi, seperti pendidikan dan pelatihan, workshop, magang, studu banding dan lain-lain.
Pengembangan dan peningkatan kompetensi bagi guru yang sudah memiliki sertifikat  pendidik dilakukan dalam rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya tetap sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dan/atau olah raga. Pengembangan dan peningkatan kompetensi dimaksud dilakukan melalui sistem pembinaan dan pengembangan keprofesian guru berkelanjutan yang dikaitkan dengan perolehan angka kredit jabatan fungsional. Pembinaan dan pengembangan keprofesian guru meliputi pembinaan kompetensi-kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Sementara itu, pembinaan dan pengembangan karier meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Upaya pembinaan dan pengembangan karir guru ini harus sejalan dengan jenjang jabatan fungsional mereka. Pengembangan profesi dan karir diarahkan untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja guru dalam rangka pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran di kelas dan di luar kelas. Inisiatif meningkatkan kompetensi dan profesionalitas ini harus sejalan dengan upaya untuk memberikan penghargaan, peningkatan kesejahteraan dan perlindungan terhadap guru. Menurut PP No. 74 tahun 2005 tentang Guru mengamanatkan bahwa terdapat dua alur pembinaan dan pengembangan profesi guru, yaitu pembinaan dan  pengembangan profesi, dan pembinaan dan pengembangan karir. Pembinaan dan  pengembangan profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud dilakukan melalui jabatan fungsional.
Pendidikan guru kejuruan (Vocational teacher education) sampai saat ini masih menjadi bahan diskusi di beberapa konferensi di seluruh dunia. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Lipsmeier dalam GIZ (2013): “ when TVET teacher training is the subject of discussions at any conference around the world, no much time elapses before it becomes patenly clear, that there are many unresolved issues to do with this sector of the educational system.” Masalah yang sulit dipecahkan antara lain adalah kurikulum untuk pendidikan guru kejuruan. Kurikulum untuk pendidikan guru kejuruan sangat sulit untuk direncanakan menjadi kurikulum yang terstandar atau homogen yang bisa digunakan oleh para dosen di perguruan tinggi dan siap dipelajari oleh para mahasiswa.
Pendidikan kejuruan dan pendidikan guru kejuruan di Indonesia memiliki masalah yang hampir sama atau bahkan lebih kompleks dari pada masalah international dan regional tersebut di atas. Masalah- masalah tersebut berkaitan dengan: sistem pendidikan, penerapan kurikulum, pemberlakukan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), ketersediaan guru kejuruan bidang studi langka (tidak ada LPTK yang menyelenggarakan program keahlian tersebut), pemerataan guru di seluruh daerah Indonesia, dan pendidikan profesi guru kejuruan.
Isu mengenai supply dan demand tenaga guru keduanya sangat kompleks dan berdimensi banyak. Hal tersebut meliputi: bagaimana mengembangkan kualifikasi guru yang sudah ada, bagaimana memenuhi kekurangan guru pada mata pelajaran tertentu, bagaimana merekrut guru untuk lokasi yang memang betul-betul membutuhkan, bagaimana distribusi guru dengan jalan yang adil dan efisien, dan bagaimana menjaga kualitas guru secara berkelanjutan (GIZ, 2013). Semua masalah tersebut terjadi di hampir semua negara terutama negara yang sedang berkembang, memiliki wilayah luas dan penduduknya relatif banyak.
Model pendidikan guru kejuruan ada lima macam (GIZ, 2013). Pertama, model concurent atau integrative model. Beberapa pemangku kepentingan memiliki konsensus umum bahwa model ini lebih disukai, karena mahasiswa yang mendaftar pada program studi ini memang akan menjadi guru kejuruan. Model kedua adalah model consecutive, yaitu memperoleh kualifikasi sebagai guru setelah lulus dari universitas (sarjana atau magister). Pelaksanaan pendidikan guru meliputi pendidikan kejuruan, keterampilan kejuruan baik sebelum menjadi guru atau sudah menjadi guru. Pendidikan dilakukan secara klasikal atau melalui pendidikan jarak jauh. Model ketiga adalah perekrutan para praktisi dari dunia kerja. Keempat rekrutmen praktisi yang memiliki gelar sarjana. Model yang kelima adalah rekrutmen pekerja ahli (real practical practitioners). Pada saat ini dari kelima model tersebut, Indonesia menerapkan model yang pertama, yaitu model concurent. Setelah UUGD (Undan-Undang Guru dan Dosen) disahkan dan PPG (Pendidikan Profesi Guru) dilaksanakan, maka model pertama dan model kedua diterapkan di Indonesia. Model perekrutan praktisi saat ini jarang dilaksanakan di SMK di Indonesia.
Kementerian pendidikan dan kebudayaan mulai tahun 2011 menyelenggarakan PPG untuk guru kejuruan. Program PPG tersebut merupakan program rintisan yang terdiri dari PPG Terintegrasi Kolaboratif (PPGT Kolaboratif) dan PPG Terintegrasi dengan kewenangan tambahan (PPGT). Kedua macam rintisan PPG tersebut mengikuti model consecutive dan model concurent.
Berdasarkan surat keputusan Dirjen Mandikdasmen, No.251/c/Kep/MM/2008 tentang Spektrum Keahlian Pendidikan Menengah Kejuruan, terdapat tidak kurang dari 121 jenis kompetensi keahlian yang dipelajari di jenjang pendidikan menengah kejuruan. Banyaknya kompetensi keahlian tersebut ternyata tidak seimbang dengan jumlah kompetensi keahlian yang diselenggarakan oleh LPTK di seluruh Indonesia. Banyak bidang keahlian yang belum tersedia guru produktifnya karena LPTK hanya menyelenggarakan 28 program studi yang sesuai dengan spektrum tersebut. Berdasarkan data direktorat pendidikan tinggi, masih dibutuhkan guru adaptif sejumlah 5.980 guru, guru produktif sebanyak 18.165 orang guru. Gambaran kekurangan guru kedua macam kelompok mata pelajaran tersebut tidak terjadi pada guru mata pelajaran normatif yang kelebihan guru sejumlah 16.046 orang (http://majubersama.dikti.go.id).
PPG Kolaboratif diharapkan dapat mengatasi kesenjangan kebutuhan dan pendidikan guru kejuruan. Kolaborasi antara LPTK dengan Politeknik yang memiliki bidang keahlian yang belum diselenggrakan di LPTK dapat menghasilkan guru SMK yang berkualitas.
Kekurangan guru di SMK pada saat ini sedang diusahakan untuk dipecahkan dengan menyelenggarakan program PPGT Kolaboratif dan PPGT untuk calon guru SMK. Program PPG diharapkan mampu memenuhi kebutuhan guru pada semua bidang keahlian sesuai spektrum keahlian pendidikan menengah kejuruan. PPG prajabatan yang telah diatur dalam Permendikbud No 87 tahun 2003 bisa dikembangkan menjadi program PPG paruh waktu dengan berbagai metode penyampaian (blended learning), sehingga pemenuhan guru kejuruan untuk semua kompetensi keahlian dapat dipenuhi secara efisien.

Daftar Pustaka
Wijanarka, Bernandus setyo. Pendidikan Profesi Guru Sekolah Menengah Kejuruan di Indonesia.Fakultas Teknik UNY.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar