Senin, 30 November 2015

Perkembangan Peserta Didik (Tugas 14)



Intelegent Quotient ( IQ ), Emosi Quottient ( EQ ), Spiritual Quotient ( SQ ) dan Adversity quotient ( AQ )

Berbicara mengenai mencerdaskan anak, maka pikiran kita akan tertuju pada dunia pendidikan. Secara umum, proses mencerdaskan anak adalah dengan pendidikan. Pendidikan tidak hanya dilakukan di sekolah tetapi juga di keluarga, dan masyarakat. Dalam hal ini IQ, EQ, dan SQ adalah satu paket kecerdasan yang harus secara utuh dimiliki setiap anak. Kecerdasan IQ, EQ, dan SQ adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
IQ atau intelligence quotient penekanannya lebih diarahkan pada kecerdasan otak yang meliputi kecerdasan matematis dan berbahasa yang berhubungan dengan kemampuan kognitif anak. Kecerdasan yang kedua adalah emotional quotient atau disebut EQ yaitu kematangan emosi seseorang dan pemahaman terhadap diri sendiri. Kecerdasan emosi tidak hanya berfungsi untuk mengendalikan diri tapi lebih dari itu mencerminkan kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan dan kepekaan terhadap orang lain. Spiritual Quotient atau SQ adalah kecerdasan spiritual yang lebih menekankan pada kemampuan memahami diri sendiri, agama, dan Tuhannya.

Berikut akan dijelaskan lebih lanjut tentang IQ, EQ, dan SQ :

Intelegent Quotient ( IQ ) / Kecerdasan Intelektual

Kecerdasan intelektual adalah bentuk kemampuan individu untuk berfikir, mengolah dan berusaha untuk menguasai lingkungannya secara maksimal secara terarah. Menurut Laurel Schmidt dalam bukunya Jalan pintas menjadi 7 kali lebih cerdas ( Dalam Habsari 2004 : 3) membagi ilmu pengetahuan untuk kecerdasan dalam enam macam, antara lain adalah sebagai berikut:
  1. Kecerdasan fisual / spesial ( kecerdasan gambar)
  2. Kecerdasan veerbal / linguistik ( kecerdasan Berbicara
  3. Kecerdasan music
  4. Kecerdasan logis / matematis ( Kecerdasan angka)
  5. Kecerdasan interpersonal ( cerdas diri )
  6. Kecerdasan intrapersonal ( cerdas bergaul).


Emosi Quottient ( EQ ) atau Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali, mengendalikan, dan menata perasaan sendiri dan orang lain secara mendalam sehingga kehadirannya menyenangkan dan didambakan oleh orang lain. Daniel Goleman didalam buku kecerdasan emosi memberi tujuh kerangka kerja kecakapan ini, yaitu:
  1. Kecakapan pribadi yaitu kecakapan dalam mengelola diri sendiri.
  2. Kesadaran diri yaitu bentuk kecakapan utuk mengetahui kondisi diri sendiri dan rasa percaya diri yang tinggi.
  3. Pengaturan diri : yaitu bentuk kecakapan dalam mengendalikaan diri dan mengembangkan sifat dspst dipercaya, kewaspadaan, adaptabilitas, dan inovasi.
  4. Motivasi : yaitu bentuk kecakapan untuk meraih prestasi, berkomitmen, berinisiatif, dan optimis.
  5. Kecakapan sosial yaitu bentuk kecakapan dalam menentukan seseorang harus menangani suatu hubungan.
  6. Empati : yaitu bentuk kecakapan untuk memahami orang lain, berorientasi pelayanan dengan mengambangakan orang lain. Mengatasi keragmana orang lain dan kesadaran politis.
  7. Ketrampilan sosial: Yaitu betuk kecakapan dalam menggugah tenggapan yang dikehendaki pada orang lain . kecakapan ni meliputi pengaruh, komunikasi, kepemimpinan, katalisator perubahan, manajemen konflik, pengikat jaringan, kolaboradi dan kooperasi serta kemampuan tim.


Spiritual Quotient ( SQ ) atau kecerdasan spiritual

Adalah sumber yang mengilhami dan melambungkan semangat seseorang dengan mengikatkan diri pada nilai-nilai kebenaran tanpa batas waktu (Agus Nggermanto, Quantum Quotient,2001). Menurut Damitri Mhayana dalam Habsari ,2004. 

Ciri-ciri seseorang yang memiliki SQ tinggi adalah sebagai berikut:
  • Memiliki prinsip dan visi yang kuat.
  • Mampu melihat kesatuan dalam keaneka ragaman.
  • Mampu memaknai setiap sisi kehidupan.
  • Mampu mengelola dan bertahan dalam kessulitan dan penderitaan.
Selain ketiga konsep kecerdasan diatas terdapat juga konsep kecerdasan yang lain yaitu :
Adversity quotient ( AQ) atau kecerdasan dalam menghadapi kesulitan

Adalah bentuk kecerdasan seseorang untuk dapat bertahan dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dan mampu mengatasi tantangan hidup. Paul G Stoltz dalam Adversity Quotient membedakan tiga tingkatan AQ dalam masyarakat :
  1. Tinakat quitrers ( orang yang berhenti). Quiters adalah orang yang paling lemah AQ nya. Ketika ia menghadapi berbagai kesulitan hidup, ia berhenti dan langsung menyerah.
  2. Tingkat Campers ( Orang yang berkemah ). Campers adalah orang yang memiliki AQ sedang. Ia puas dan cukup atas apa yang telah dicapai dan enggan untuk maju lagi.
  3. Tingkat Climbers ( orang yang mendaki ). Climbers adalah orang yang memiliki AQ tinggi dengan kemampuan dan kecerdasan yang tinggi untuk dapat bertahan menghadpi kesulitan-kesulitan dan mapu mengatasi tantangan hidup.
Penerapan IQ, EQ, dan SQ dalam dunia pendidikan khususnya anak usia dini berdasarkan hasil observasi, pengamatan, dan studi yang dilakukan beberapa peneliti di beberapa lembaga PAUD dapat diuraikan sebagai berikut:
Berkaitan dengan IQ dapat  diterapkan di dalam materi pembelajaran sambil bermain contohnya yaitu mengajak anak bermain peran konsep jual beli, dalam hal itu secara tidak langsung anak akan belajar berhitung, mendaftar barang dagangan, menghafal daftar harga barang dagangan, belajar konsep uang, dan konsep mengelompokkan barang sesuai jenisnya misal sayuran atau buah-buahan.
Sedangkan penerapan EQ yang bisa dicontohkan dari kegiatan bermain peran jual beli adalah mengajarkan anak untuk sabar dalam menghadapi pembeli, mengajarkan tanggung jawab atas barang dagangannya, dan mengajarkan anak berbagi dengan sesamanya.
Penerapan SQ dalam kegiatan tersebut adalah mengajarkan anak nilai-nilai moral dan agama yaitu dengan melatih anak bersikap jujur terhadap pembeli, mengajarkan anak untuk berlaku adil terhadap pembeli, mengajarkan anak untuk bersikap santun ketika melayani pembeli, dan mengajarkan anak untuk menjaga kebersihan ketika bermain peran jual beli.
Dari pemaparan konsep kecerdasan diatas serta implementasinya dalam dunia pendidikan, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan anak pada dasarnya bisa dilatih. Baik itu dalam lingkungan sekolah, lingkungan sosial dan yang paling utama adalah di lingkungan keluarga. Keluarga sebagai orang yang paling dekat dengan anak sudah sewajarnya memberikan dukungan penuh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak terutama perkembangan kecerdasannya. Tidak ada anak yang dilahirkan bodoh, jika kita sabar dan memberi tindakan yang tepat maka akan terlihat potensi anak yang sebenarnya. Seperti yang kita ketahui bahwa anak yang pinta di bidang mata pelajaran tertentu yang berkaitan dengan SAINS akan dikatakan jenius. Padahal sebenarnya jika anak tidak memiliki keahlian atau ketertarikan dibidang tersebut mungkin akan memiliki potensi lebih di bidang yang lainnya. Oleh karena itu, akan lebih baik jika ketiga aspek tersebut diketahui lebih awal aspek mana yang merupakan potensi bagi si anak sehingga potensi tersebut bisa dikembangkan dan diberikan tindakan yang tepat.
Sumber :
http://www.iptek.info/2014/10/pengertian-potensi-diri-iq-eq-aq-dan-sq.html diakses pada tanggal 27 November 2015 pukul 11.15 WITA
http://aprilsinta.blogspot.co.id/2013/10/penerapan-iq-eq-dan-sq-dalam-dunia.html diakses pada tanggal 27 November 2015 pukul 11.17 WITA




Tidak ada komentar:

Posting Komentar