Dalam kehidupan sehari – hari
sering kita dengar istilah profesi atau profesional. Misalnya sesorang
mengatakan bahwa profesinya adalah seorang dokter, yang lain mengatakan bahwa
profesinya adalah arsitek, pengacara, guru, penyanyi, pedagang, petinju,
penari, dan lain – lain. Ini berarti jabatan mereka juga merupakan sebuah
profesi.
Pengertian
profesi menurut Dr. sikun Pribadi 1976 :
“Profesi
itu pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka, bahwa
seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan dalam
arti biasa, karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan
itu”.
Kebanyakan kita mengatakan bahwa
mengajar adalah suatu profesi. Apakah yang dimaksud dengan profesi, dan
syarat-syarat serta kriteria yang harus dipenuhi agar suatu jabatan dapat disebut
suatu profesi. Ornstein dan Levine (1984) menyatakan bahwa profesi itu adalah
jabatan yang sesuai dengan pengertian profesi dibawah ini:
a) Melayani
masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak
berganti-ganti pekerjaan)
b) Memerlukan
bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khalayak ramai (tidak
setiap orang dapat melakukannya)
c) Menggunakan
hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek (teori baru dikembangkan
dari hasil penelitian).
d) Memerlukan
pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
e) Terkendali
berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan masuk ( untuk menduduki
jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan khusus yang
ditentukan untuk dapat mendudukinya)
f)
Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lugkup
kerja tertentu (tidak diatur oleh orang luar)
g) Menerima
tanggung jawab terhadap keputusan yang
diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang
diberikan (langsung bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskannya, tidak
dipindahkan ke atasan atau instansi yang lebih tinggi). Mempunyai sekumpulan
unjuk kerja yang baku.
h) Mempunyai
komitmen terhadap jabatan dan klien dengan penekanan terhadap layanan yang akan
diberikan.
i)
Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya,
relatif bebas dari supervisi dalam jabatan (misalnya dokter memakai tenaga
administrasi untuk mendata klien, sementara tidak ada supervisi dari luar
terhadap pekerjaan dokter sendiri).
j)
Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi
sendiri
k) Mempunyai
asosiasi profesi dan atau kelompok ’elit’ untuk mengetahui dan mengakui
keberhasilan anggotanya (keberhasilan tugas dokter dievaluasi dan dihargai oleh
Organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), bukan oleh Departemen Kesehatan).
l)
Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang
meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.
m) Mempunyai kadar
kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri setiap anggotanya
(anggota masyarakat selalu meyakini dokter lebih tahu tentang penyakit pasien
yang dilayaninya)
n) Mempunyai
status sosial dan ekonomi yang tinggi (bila dibanding dengan jabatan lainnya)
Sebagai
calon guru, adalah suatu keharusan bagi saya memiliki latar belakang
pengetahuan tentang keprofesionalitasan dalam suatu pekerjaan terutama profesionalitas
guru. Nah, pada semester 7 ini saya akhirnya menempuh mata kuliah Profesi
Kependidikan. Pada semester sebelumnya, saya juga mempelajari sedikit mengenai
tata cara menjadi guru yang profesional pada mata kuliah Pengembangan
Profesionalitas, tetapi menurut saya sendiri untuk menjadi guru yang
profesional itu tidak cukup dengan hanya mempelajari bagaimana cara untuk
menjadi seorang guru yang profesional tetapi kita juga perlu untuk memahami makna
dari profesional itu sendiri.
Seperti
yang kita ketahui menjadi guru yang profesional itu tidaklah gampang, apalagi
dengan adanya tunjangan bagi guru profesional yang diberikan oleh pemerintah
yaitu sertifikasi. Tunjangan ini sebenarnya merupakan tolak ukur bagi seorang
guru dalam melaksanakan kewajibannya yaitu mengajar. Namun, tidak jarang kita
jumpai justru guru yang mendapatkan sertifikasi tetapi masih belum memenuhi
atau belum menunjukkan sifat profesionalnya, misalnya saja datang terlambat.
Bahkan
banyak sekali kita temukan hampir di semua sekolah guru mengajar tidak
dibidangnya. Dan yang paling banyak kita temui yaitu mata pelajaran seni budaya
dan TIK. Yang menjadi bahan pertanyaan saya adalah bagaimanakah cara mengukur
keprofesinalitasan guru – guru tersebut ? sedangkan mereka saja tidak terlalu
ahli dalam mata pelajaran yang mereka ajarkan. Walaupun pada dasarnya guru –
guru tersebut bisa saja mengajar dengan mengandalkan buku atau LKS yang telah
disediakan oleh sekolah, namun hal tersebut tidak bisa menjamin profesionalitas
kerja guru tersebut. Apalagi dengan adanya
smartphone yang bisa membantu siswa mengakses apapun baik itu tentang mata
pelajaran yang sedang diajarkan maupun bahan ajar yang belum diajarkan sama
sekali sehingga tidak menutup kemungkinan siswa lebih banyak tahu dibandingkan
dengan guru yang mengajar mata pelajaran tersebut.
Berbicara
masalah pendidikan tidak akan ada habisnya, setiap tahun pasti saja ada isu –
isu terbaru terkait dengan masalah kependidikan di Indonesia. Entah itu
mengenai kurikulum yang sering berubah – ubah, problematika yang terjadi di
setiap sekolah bahkan isu mengenai kinerja guru yang sering kali dipertanyakan
oleh masyarakat awam.
Daftar
Pustaka
Hamilik,
Oemar. 2002. Pendidikan Guru Berdasarkan
Pendekatan Kompetensi. Bumi Aksara : Jakarta
Soetjipto.
2004. Profesi Keguruan. Rineka Cipta
: Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar