Dari tahun ke tahun kurikulum yang terdapat di Indonesia selalu berubah, hal ini dikarenakan kebutuhan masyarakat yang
berkembang serta kondisi dan tuntutan zaman yang berubah. Sampai sekarang
pendidikan kita masih compang-camping karena sering terjadi perubahan kurikulum. Setiap pergantian menteri pasti terjadi
perubahan kurikulum yang ujungnya malah membuat bingung pelaku pendidikan.
Padahal kurikulum seharusnya tidak perlu diubah, pejabat berikutnya tinggal
melanjutkan apa yang telah ditinggalkan oleh pendahulunya, tetapi terkadang
para pejabat terlalu takut untuk melakukan hal tersebut karena memang sudah
menjadi kebiasaan bahwa setiap pejabat yang baru menjabat harus melakukan suatu
perubahan guna menunjukkan kinerja mereka.
Pengertian
kurikulum itu sendiri pernah dirumuskan oleh Prof. Dr. Engkoswara, guru besar
Universitas Pendidikan Indonesia Bandung lengkap dengan visualisasinya.
Pertama, kurikulum adalah jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Kedua,
kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran. Ketiga, kurikulum adalah sejumlah
mata pelajaran dan kegiata-kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik.
Keempat, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran dan kegiatan-kegiatan, serta
segala sesuati yang akan berpengaruh dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan. Rumus ini memudahkan kita untuk memahami pengertian
kurikulum.
Hilda
Taba menjelaskan dengan amat singkat bahwa “curriculum
is a plan of learning”. Demikian juga bila dibandingkan dengan pengertian
kurikulum dalam Pasal 1 butir 19 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa “Kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
Adapun
perlembangan kurikulum di Indonesia dapat dibagi daam beberapa fase, sebagai
berikut:
A.
Periode sebelum tahun 1945
1.
Kurikulum pada masa VOC
Kurikulum
sekolah-sekolah selama VOC bertalian erat dengan gereja. Menurut Hereen XVII,
badan tertinggi VOC di negeri Belanda yang tertidi atas 17 orang anggota, tahun
1617, gubernur di Indonesia harus menyebarluaskan agama Kristen dan mendirikan
sekolah untuk tujuan itu. Menurut peraturan sekolah 1643 tugas guru dalah
memupuk rasa tajkut kepada Tuhan , mengajarkan dasar agama Kristen , mengajak
anak berdoa, bernyanyi , pergi ke gereja, mematuhi orang tua, penguasa, dan
guru-guru. Walaupun tak ada kurikulum yang ditentukan biasanya sekolah
menyajikan pelajaran tentang ketekismus, agama, juga membaca , menulis dan
menyanyi.Demikian pula tidak ditentukan lama belajar. Peraturan hanya
menentukan bahwa anak pria lebih dari usia 16 tahun dan anak wanita lebih dari
12 tahun hendaknya jangan dikeluarkan dari sekolah. Pembagian dalam 3 kelas
untuk pertama kali dimulai pada tahun 1778. Di kelas 3, kelas terendah,
anak-anak belajar abjad, di kelas 2 memaca, menulis, dan bernyanyi dan di kelas
1, kelas tertinggi: membaca, menulis, katekismus, bernyanyi dan berhitung.
2.
Kurikulum Sebelum 1892 (Sebelum Reorganisasi)
Sebelum
1892, Sekolah rendah tidak mempunyai kurikulum yang uniform, walaupun dalam
peraturan 1871 ada petunjuk yang menentukan kegiatan sekolah. Ada 4 mata
pelajaran yang diharuskan , yakni membaca, menulis, bahasa (bahasa daerah dan
bahasa Melayu), dan berhitung. Bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa
Melayu. Adapun mengenai pelajaran Agama, tidak di ajarkan. Seperti halnya di
belanda pada masa liberal. Statuta 1874 menyatakan pengajaran agama dilarang di
sekolah pemerintah, akan tetapi ruang kelas dapat digunakan untuk itu di luar
jam pelajaran.
3.
Kurikulum Setelah 1892 ( Setelah Reorganisasi)
Kurikulum
sekolah ini, seperti ditentukan dalam peraturan 1893 terdiri atas pelajaran
membaca dan menulis dalam bahasa daerah dalam huruf daerah dan latin, membaca
dan menulis dalam bahasa Melayu, berhitung, ilmu bumi Indonesia, ilmu alam,
sejarah pulau tempat tinggal, menggambar dan mengukur tanah. Lama pelajaran
diperpanjang dari 3 menjadi 5 kelas. Sekolah dibagi dalam 5 kelas yang terpisah
sehingga sekolah beruangan satu lambat laun lenyap. Sekolah Kelas Satu tidak
menjadi popular di kalangan Priayi, karena tidk memberikan pelajaran bahasa
Belanda. Akhirnya, pada tahu 1907 bahasa Belanda dimasukkan ke dalam program
Sekolah kelas Satu dan lama studi diperpanjang menjadi 6 tahun. Akan tetapi,
perubahan itu tetap tidak menjadikan Sekolah Kelas Satu popular, ia tetap
menjadi terminal tanpa kesempatan melanjutkan pelajaran. Kelemahannya jelas
Nampak bila dibandingkan dengan ELS (Europese Lagere School) dan HCS (Holland
Chinese School) . Dirasakan adanya diskriminasi terhadap anak Indonesia karena
anak-anak cina di HCS diberi pelajaran dalam bahasa Belanda selama 7 tahun.
Barulah ketika tahun 1912 bahasa Belanda diajarkan mulai kelas 1 dan lama studi
diperpanjang selama 7 tahun. Lamat laun Sekolah Kelas Satu menyamai
sekolah-sekolah yang tersedia bagi golongan bangsa lain, akan tetapi masih
mempunyai kelemahan karena tidak membuka kesempatan untuk melanjutkan
pelajaran.
4.
Kurikulum Sekolah Kelas Dua
Disebut
Sekolah Kelas Dua karena orang-orang yang sekolah disana khusus sebagian kecil
rakyat. Sekolah ini akan mempersiapkan berbagai ragam pegawai rendah untuk
kantor pemerintah dan perusahaan swasta. Disamping itu juga untuk mempersiapkan
guru bagi Sekolah Desa.Sekolah ini mempunyai kurikulum yang sangat sederhana
dikarenakan sekolah ini pada mulanya untuk seluruh rakyat Indonesia walupun
dalam perkembangannya kemudian lebih spesifik lagi. Program Sekolah Kelas Dua
ini sama dengan program Sekolah kelas Satu kelas 1-3. Perlu diketahui,
Reorganisasilah yan menyebabkan dua jenis sekolah ini, Sekolah Kelas Satu
terutama bagi anak golongan atas dan Sekolah Kelas Dua untuk orang biasa.
5.
Kurikulum VolkSchool
Kurikulum
ini sangat sederhana. Kurikulum ini muncul seiring dengan kebutuhan rakyat yang
pada saat itu banyak buta huruf dan tidak bisa berhitung. Akan tetapi, sekolah
ini tetap saja dirasa tidak memenuhi keinginan murid untuk melanjutkan
pelajarannya. Banyak anak-anak dari sekolah ini yang ingin dipindahkan ke
Sekolah Kelas Dua. Pada akhirnya, sekolah desa ini menjadi substruktur dari
Sekolah Kelas Dua dengan mangadakan perbaikan kurikulum Sekolah Desa.
6.
Kurikulum ELS (Europese Lagere School)
Setelah
Hindia Belanda diterima kembali dari tangan Inggris pada tahun 1816 oleh para
Komisariat Jendral , maka pendidikan ditanggapi secara lebih sungguh-sungguh.
Akan tetapi kegiatan mereka hanya terfokus pada anak-anak berdarah Belanda.
Sekolah Belanda ini sejak mulanya dimaksudkan agar sama dengan netherland,
walaupun terdapat perbedaan tentang muridnya, khususnya pada permulaannnya.
Kurikulum terdiri atas pelajaran membaca, menulis , berhitung, bahasa Belanda,
sejarah, ilmu bumi dan mata pelajaran lainnya. Sedangkan pelajaran agama ditiadakan.
Pada tahun 1868 bahasa prancis diajarkan dan merupakan syarat untuk masuk ke
sekolah Belanda.
7.
Kurikulum HCS (Holland Chinese School)
HCS
mempunyai dasar yang sama dengan ELS. Bahasa Perancis biasanya diajarkan pada
sore hari seperti halnya dengan bahasa Inggris, yang sebenarnya tidak diberikan
kepada ELS, nemun diajarkan berhubung dengan kepentinan bagi perdagangan.
Kurikulum dan buku pelajarannyapun sama dengan ELS.
8.
Kurikulum HIS (Holland Inlandse School) Pendirian HIS pada prinsipnya dikarenakan
keinginan yang kian menguat di kalangan orang Indonesia untuk memperoleh
pendidikan, khususnya pendidikan Barat. Kurikulum HIS seperti yang tercantum
dalam Statuta 1914 No. 764 meliputi semua mata pelajaran. Lulusannyapun
akhirnya bisa melanjutkan ke STOVIA(School tot Opleiding van Indisce Artsen,
Sekolah “Dokter Djawa”) dan MULO. Selain itu mereka memasuki Sekolah Guru,
Sekolah Normal, Sekolah Teknik, Sekolah Tukag, Sekolah Pertanian, Sekolah
Menteri Ukur, dan lain-lain.
9.
Kurikulum MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs)
Dengan
program yang diperluas. MULO merupakan sekolah pertama yang tidak mengikuti
pola pendidikan Belanda, namun tetap berorientasi ada Barat dan tidak mencari
penyesuaian dengan keadaan Indonesia. Programnya terdiri atas empat bahasa
yakni, belanda, Perancis, Inggris dan Jerman. Kursus MULO ini dibuka pada tahun
1903. Kursus ini dimaksud sebagai sekolah rendah .
10.
Kurikulum HBS (Hogere Burger School)
Kurikulum
HBS di Indonesia tak sedikitpun berbeda dengan yang ada di negeri Belanda.
Kurikulum ini dirasa mantap tanpa mengalami banyak perubahan. Apa yang
diajarkan tampaknya universal. Bahannyapun apat berubah disesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, namun mata pelajarannya tetap sama. Siswa HBS
harus mempunyai bakat yang tinggi dalam IPA , matematika ataupun bahasa. Dan
untuk gurunyapun, hanya mereka yang memperoleh gelar Ph.D (Doktor) atau diploma
yang boleh mengajar. Dengan demikian ini dapat mencapai taraf yang sama dengan
sekolah yang terdapat di Netherland.
B.
Periode Tahun 1945 Sampai Tahun 1968 (Masa Kemerdekaan dan Pemerintahan
OrdeLama) .
1.
Kurikulum 1947, Rentjana Pelajaran
1947 Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam
bahasaBelanda leer plan artinya rencana pelajaran, istilah ini lebih popular
disbanding istilah curriculum (bahasa Inggris). Perubahan arah pendidikan lebih
bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional.
Sedangkan asas pendidikanditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu
dikenal dengan sebutanRentjana Pelajaran 1947, yang baru dilaksanakan pada
tahun 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali
dari Kurikulum 1950.Bentuknya memuat dua hal pokok: * Daftar mata pelajaran dan
jam pengajarannya, * Garis-garis besar pengajaran. Pada saat itu, kurikulum
pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikankolonial Belanda dan
Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakansebelumnya. Rentjana
Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial
Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang
merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih
menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat
dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini. Orientasi Rencana Pelajaran
1947 tidak menekankan pada pendidikan pikiran. Yang diutamakanadalah :
pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Materi
pelajarandihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian
dan pendidikan jasmani.
2.
Kurikulum 1952, Rentjana Pelajaran
Terurai 1952 Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di
Indonesia mengalami penyempurnaan. Kurikulum ini lebih merinci setiap mata
pelajaran yangkemudian diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum
ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol
dan sekaligusciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus
memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Silabus mata pelajarannyamenunjukkan secara jelas bahwa seorang guru mengajar
satu mata pelajaran, (Djauzak Ahmad, Dirpendas periode1991-1995).
3.
Kurikulum 1964, Rentjana Pendidikan
1964 Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan
sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964.
Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah
bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik
untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program
Pancawardhana(Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan,dan jasmani. Ada yang menyebut Panca wardhana berfokus
pada pengembangan dayacipta, rasa, karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran
diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar
lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatanfungsional praktis.
C.
Periode Tahun 1968 Sampai Tahun 1999 (Masa Pemerintahan Orde Baru) Perkembangan
Kurikulum
1.
Kurikulum 1968 Kelahiran Kurikulum
1968 bersifat politis, mengganti Rencana Pendidikan 1964 yangdicitrakan sebagai
produk Orde Lama. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa
pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasilasejati, kuat,
dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani,moral, budi
pekerti, dan keyakinan beragama. Dalam kurikulum ini tampak dilakukannya
perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan
jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968
merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara
murni dankonsekuen. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi
pelajaran:kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan
khusus. Mata pelajaran dikelompokkan menjadi 9 pokok. Djauzak menyebut
Kurikulum 1968 sebagaikurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok
saja,” . Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan
permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang
tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan. Isi pendidikan
diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan danketerampilan, serta
mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.2. Kurikulum 1975Kurikulum 1975
menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien. Menurut Drs
Mudjito; Ak; Msi (Direktur Pemb. TK dan SD Depdiknas). yang melatar belakangi
lahirnya kurikulum ini adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaituMBO
(management by objective) yang terkenal saat itu,” Metode, materi, dan tujuan
pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI),
yangdikenal dengan istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap
satuan bahasan.Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi : tujuan instruksional
umum (TIU), tujuaninstruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran,
kegiatan belajar-mengajar,dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru
dibuat sibuk menulis rincian apayang akan dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran.
2.
Kurikulum 1984 Kurikulum 1975 yang
Disempurnakan Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski
mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini
juga sering disebut “Kurikulum1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa
ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan,
mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA) atau Student Active Learning (SAL). CBSA merupakan suatu upaya dalam
pembaharuan pendidikan dan pembelajaran pada saat itu. Pendekatannya
menitikberatkan pada keaktifan siswa yang merupakan inti dari kegiatan belajar.
Dalam CBSA kegiatan belajarnya diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan
seperti mendengarkan, berdiskusi, membuat sesuatu, menulis laporan, memecahkan
masalah, membentuk gagasan, menyusun rencana dan sebagainya. Adapun kegiatan
yang dilakukan guru adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan lembar Kerja 2.
Menyususn tugas bersama siswa 3. Memberikan informasi tentang kegiatan yang
akan di susun. 4. Memberikan bantuan dan pelayanan apabila siswa mendapat kesulitan
5. Menyampaikan pertanyaan yang bersifat asuhan 6. Membantu mengarahkan rumusan
kesimpulan umum. 7. Memberikan bantuan dan pelayanan khusus kepada siswa yang
lamban 8. Menyalurkan bakat dan minat siswa 9. Mengamati setiap aktivitas
siswa. Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny
R. Semiawan,Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986.Konsep CBSA yang
elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yangdiujicobakan,
mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional.Sayangnya,
banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalahsuasana gaduh
di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelangambar, dan
yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Akhirnya penolakan CBSA
bermunculan.
3.
Kurikulum 1994 dan Suplemen
Kurikulum 1999 Perkembangan Kurikulum Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya
untuk memadukan kurikulum-kurikulumsebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan
1984. Sayang, perpaduan antara tujuan dan proses belum berhasil. Sehingga
banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai terlalu
berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Materimuatan lokal disesuaikan
dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasadaerah kesenian,
keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok
masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Akhirnya,
Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezimSoeharto
pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannyalebih
pada menambal sejumlah materi.
Selain kurikulum di atas, muncul juga beberapa kurikulum
baru seperti :
1.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
atau Kurikulum 2004, adalah kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia yang
mulai diterapkan sejak tahun 2004 walau sudah ada sekolah yang mulai
menggunakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Secara materi,
sebenarnya kurikulum ini tak berbeda dari Kurikulum 1994, perbedaannya hanya
pada cara para murid belajar dikelas.Dalam kurikulum terdahulu, para murid
dikondisikan dengan sistem caturwulan. Sedangkan dalam kurikulum baru ini, para
siswa dikondisikan dalam sistem semester. Dahulu pun, para murid hanya belajar pada
isi materi pelajaran belaka, yakni menerima materi dari guru saja. Dalam
kurikulum 2004 ini, para murid dituntut aktif mengembangkan keterampilan untuk
menerapkan IPTEK tanpa meninggalkan kerja sama dan solidaritas, meski
sesungguhnya antar siswa saling berkompetisi. Jadi di sini, guru hanya
bertindak sebagai fasilitator, namun meski begitu pendidikan yang ada ialah
pendidikan untuk semua.Dalam kegiatan di kelas, para siswa bukan lagi
objek,namun subjek. Dan setiap kegiatan siswa ada nilainya.
Kurikulum berbasis kompetensi
merupakan suatu desain kurikulum yang dikembangkan berdasarkan seperangkat
kompetensi tertentu. Mengacu pada pengertian tersebut, dan juga untak merespons
terhadap keberadaan PP No.25/2000, maka salah satu kegiatan yang perlu dilakukan
oleh pemerintah, dalam hal ini Depdiknas adalah menyusun standar nasional untuk
seluruh mata pelajaran, yang mencakup komponen-komponen; (1) standar
kompetensi, (2) kompetensi dasar, (3) materi pokok, dan (4) indikator
pencapaian. Sesuai dengan komponen-komponen tersebut maka format Kurikulum 2004
yang memuat standar kompetensi nasional matapelajaran adalah seperti tampak
pada Standar kompetensi diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilari,
sikap, dan tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai dalam mempelajari suatu
matapelajaran.
Ranah kompetensi yang terdapat dalam
KBK,antara lain: kompetensi akademik(academic competency), kompetensi
kehidupan(life competency),dan kompetensi karakter nasional(national
character competency).Untuk mencapai kompetensi tersebut, maka
pembelajaran ditekankan pada bagaimana siswa belajar tentang belajar(learning
how to learn).KBK itu sendiri Cakupannya ialah standar kompetensi ,
standar isi (content standard) dan standar penampilan (performance standard).
Kompetensi dasar, merupakan jabaran dari standar kompetensi, adalah
pengetahuan, keterampilan dan sikap minimal yang harus dikuasai dan dapat
diperagakan oleh siswa pada masing-masing standar kompetensi. Materi pokok atau
materi pembelajaran, yaitu pokok suatu bahan kajian yang dapat berupa bidang
ajar, isi, proses, keterampilam, serta konteks keilmuan suatu mata pelajaran.
Sedangkan indikator pencapaian dimaksudkan adalah kemampuan-kemampuan yang
lebih spesifik yang dapat dijadikan sebagai ukuran untuk menilai ketuntasan
belajar.
2.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
KTSP atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah sebuah kurikulum
operasional pendidikan yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan di Indonesia.KTSP secara
yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai
tahun ajaran 2007/2008 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang
diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor
22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang
dikeluarkan oleh BSNP.
Pada
prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun
pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah
itu sendiri. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) terdiri
dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum
tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu
p pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan revisi dan pengembangan dari
Kurikulum Berbasis Kompetensi atau ada yang menyebut Kurikulum 2004. KTSP lahir
karena dianggap KBK masih sarat dengan beban belajar dan pemerintah pusat dalam
hal ini Depdiknas masih dipandang terlalu intervensi dalam mengembangan
kurikulum. OIeh karena itu, dalam KTSP beban belajar siswa sedikit berkurang
dan tingkat satuan pendidikan (sekolah, guru, dan komite sekolah) diberikan
kewenangan untuk mengembangan kurikulum, seperti membuat indikator, silabus,
dan beberapa komponen kurikulum lainnya.
3.
Kurikulum
2013
Kurikulum 2013 merupakan
kurikulum terbaru, hasil penyempurnaan kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum KTSP atau Kurikulum tingkat satuan pendidikan. Perubahan
mendasar adalah dikuranginya beberapa mata pelajaran di tingkat satuan
pendidikan SD dan SMP, serta dihilangkannya sistem penjurusan pada jenjang atau tingkat satuan pendidikan SMA.
Menteri
Pendidikan dan Budaya menjelaskan bahwa kurikulum 2013 lebih bersifat tematik
integrative yang berarti bahwa ada mata pelajaran yang terkait satu sama lain
yakni dengan kata lain mata pelajaran bukan dihilangkan melainkan digabung.
Pada kurikulum ini, guru tak lagi dibebani dengan kewajiban membuat silabus
pengajaran untuk siswa setiap tahun seperti yang terjadi pada KTSP.
Tujuan
kurikulum 2013, sebagaimana yang tercakup dalam Kompetisi Inti (KI) dan
Kompetensi Dasar (KD), bahkan silabus dan buku, telah dipriskripsikan secara
terpusat.
Henny Supolo
Sitepu (Mohammad Nuh,2013:192-198) kurikulum 2013 ini memusatkan pada
pengembangan karakter siswa. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) kurikulum 2013
menyebutkan 3 kelompok sikap yang diharapkan dimiliki lulusan, yaitu sifat
individu, sikap sosial, dan sikap alam. Terminologi “akhlak mulia” yang
tercantum di pasal 3 UU No 20/2003 tujuan system pendidikan nasional dijabarkan
dalam SKL sebagai sikap individu yaitu jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli
dan santun. Kemudian sikap sosial yaitu
memiliki toleransi, gotong royong, kerjasama dan musyawarah. Sedangkan sikap
alam mencakup pola hidup sehat, ramah
lingkungan, patriotic dan cintaperdamaian.
Menurut St.
Kartono (Mohammad Nuh,2013:231) kurikulum 2013 memiliki sasaran dalam setiap
jenjang. Untuk tingkat SD, diprioritaskan untuk pembentukan sikap. Sementara
tingkat SMP difokuskan untuk mengasah keterampilan dan untuk tingkat SMA
dimulai membangun pengetahuan.
Belakangan
ini muncul isu baru seperti yang dimuat di surabayanews.co.id, kementerian
kebudayaan pendidikan dasar dan menengah berencana akan menghapus kurikulum
2013 dan mengganti dengan kurikulum nasional pada tahun 2018 mendatang.
Setahun
lebih pelaksanaan kurikulum 2013 masih diwarnai permasalahan demi permasalahan
seperti kacaunya distribusi buku kurikulum, belum pahamnya guru menerapkan
kurikulum 2013 bahkan akhir-akhir ini ditemukan buku berisi ajaran radikal di
buku agara kurikulum 2013.
Saat
ditemui di Surabaya, Unifah Rosyidi direktorat jenderal ketenagaan pendidikan
kementerian pendidikan mengakui pada tahun 2018 mendatang kurikulum 2013 akan
diganti menjadi kurikulum nasional, setelah seluruh sekolah sudah menerapkan
kurikulum 2013. Tetapi saat ini pihaknya masih belum melakukan sosialisasi
karena masih fokus pada perbaikan kurikulum 2013.
Dirinya
menilai materi di kurikulum 2013 sangat baik tetapi masih banyak kekurangan
dikarenakan mepetnya persiapan pelaksanaan kurikulum 2013. Pergantian kurikulum
2013 menjadi kurikulum nasional sebagai perbaikan atau penyempurnaan kurikulum
2013 karena selama ini kurikulum 2013 masih banyak kekurangan.
Pada
dasarnya perubahan kurikulum yang terjadi memang memiliki tujuan yang sama
yaitu untuk memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia, namun secara tidak
langsung perubahan yang terjadi terus menerus malah akan membuat bingung para
pendidik, apalagi perubahannya tidak dalam kurun waktu yang ditentukan.
Perbaikan sistem pendidikan memang sangat perlu dilakukan namun yang paling
penting adalah sudahkah perubahan tersebut berdampak baik pula bagi guru maupun
siswa yang menjadi sasaran dari perubahan kurikulum tersebut.
Sumber
:
http://surabayanews.co.id/2015/04/04/20444/kemendikbud-ganti-kurikulum-2013-dengan-kurikulum-nasional.html
diakses pada tanggal 29 Agustus 2015 pukul 20.32 WITA
http://kurikulum-umyana.blogspot.com/
diakses pada tanggal 25 Agustus 2015 pukul 16.12 WITA
https://liyacatur262.wordpress.com/tugas-internet-dan-desain-web/artikel-perkembangan-kurikulum-di-indonesia/
diakses pada tanggal 29 Agustus 2015 pukul 20.39 WITA