Sabtu, 29 Agustus 2015

TELAAH KURIKULUM (Tugas 1)



Dari tahun ke tahun kurikulum yang terdapat di Indonesia selalu berubah, hal ini dikarenakan kebutuhan masyarakat yang berkembang serta kondisi dan tuntutan zaman yang berubah. Sampai sekarang pendidikan kita masih compang-camping karena sering terjadi perubahan kurikulum. Setiap pergantian menteri pasti terjadi perubahan kurikulum yang ujungnya malah membuat bingung pelaku pendidikan. Padahal kurikulum seharusnya tidak perlu diubah, pejabat berikutnya tinggal melanjutkan apa yang telah ditinggalkan oleh pendahulunya, tetapi terkadang para pejabat terlalu takut untuk melakukan hal tersebut karena memang sudah menjadi kebiasaan bahwa setiap pejabat yang baru menjabat harus melakukan suatu perubahan guna menunjukkan kinerja mereka.
Pengertian kurikulum itu sendiri pernah dirumuskan oleh Prof. Dr. Engkoswara, guru besar Universitas Pendidikan Indonesia Bandung lengkap dengan visualisasinya. Pertama, kurikulum adalah jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Kedua, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran. Ketiga, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran dan kegiata-kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik. Keempat, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran dan kegiatan-kegiatan, serta segala sesuati yang akan berpengaruh dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Rumus ini memudahkan kita untuk memahami pengertian kurikulum.
Hilda Taba menjelaskan dengan amat singkat bahwa “curriculum is a plan of learning”. Demikian juga bila dibandingkan dengan pengertian kurikulum dalam Pasal 1 butir 19 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
Adapun perlembangan kurikulum di Indonesia dapat dibagi daam beberapa fase, sebagai berikut:
A.      Periode sebelum tahun 1945
1. Kurikulum pada masa VOC
Kurikulum sekolah-sekolah selama VOC bertalian erat dengan gereja. Menurut Hereen XVII, badan tertinggi VOC di negeri Belanda yang tertidi atas 17 orang anggota, tahun 1617, gubernur di Indonesia harus menyebarluaskan agama Kristen dan mendirikan sekolah untuk tujuan itu. Menurut peraturan sekolah 1643 tugas guru dalah memupuk rasa tajkut kepada Tuhan , mengajarkan dasar agama Kristen , mengajak anak berdoa, bernyanyi , pergi ke gereja, mematuhi orang tua, penguasa, dan guru-guru. Walaupun tak ada kurikulum yang ditentukan biasanya sekolah menyajikan pelajaran tentang ketekismus, agama, juga membaca , menulis dan menyanyi.Demikian pula tidak ditentukan lama belajar. Peraturan hanya menentukan bahwa anak pria lebih dari usia 16 tahun dan anak wanita lebih dari 12 tahun hendaknya jangan dikeluarkan dari sekolah. Pembagian dalam 3 kelas untuk pertama kali dimulai pada tahun 1778. Di kelas 3, kelas terendah, anak-anak belajar abjad, di kelas 2 memaca, menulis, dan bernyanyi dan di kelas 1, kelas tertinggi: membaca, menulis, katekismus, bernyanyi dan berhitung.
2. Kurikulum Sebelum 1892 (Sebelum Reorganisasi)
Sebelum 1892, Sekolah rendah tidak mempunyai kurikulum yang uniform, walaupun dalam peraturan 1871 ada petunjuk yang menentukan kegiatan sekolah. Ada 4 mata pelajaran yang diharuskan , yakni membaca, menulis, bahasa (bahasa daerah dan bahasa Melayu), dan berhitung. Bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Melayu. Adapun mengenai pelajaran Agama, tidak di ajarkan. Seperti halnya di belanda pada masa liberal. Statuta 1874 menyatakan pengajaran agama dilarang di sekolah pemerintah, akan tetapi ruang kelas dapat digunakan untuk itu di luar jam pelajaran.
3. Kurikulum Setelah 1892 ( Setelah Reorganisasi)
Kurikulum sekolah ini, seperti ditentukan dalam peraturan 1893 terdiri atas pelajaran membaca dan menulis dalam bahasa daerah dalam huruf daerah dan latin, membaca dan menulis dalam bahasa Melayu, berhitung, ilmu bumi Indonesia, ilmu alam, sejarah pulau tempat tinggal, menggambar dan mengukur tanah. Lama pelajaran diperpanjang dari 3 menjadi 5 kelas. Sekolah dibagi dalam 5 kelas yang terpisah sehingga sekolah beruangan satu lambat laun lenyap. Sekolah Kelas Satu tidak menjadi popular di kalangan Priayi, karena tidk memberikan pelajaran bahasa Belanda. Akhirnya, pada tahu 1907 bahasa Belanda dimasukkan ke dalam program Sekolah kelas Satu dan lama studi diperpanjang menjadi 6 tahun. Akan tetapi, perubahan itu tetap tidak menjadikan Sekolah Kelas Satu popular, ia tetap menjadi terminal tanpa kesempatan melanjutkan pelajaran. Kelemahannya jelas Nampak bila dibandingkan dengan ELS (Europese Lagere School) dan HCS (Holland Chinese School) . Dirasakan adanya diskriminasi terhadap anak Indonesia karena anak-anak cina di HCS diberi pelajaran dalam bahasa Belanda selama 7 tahun. Barulah ketika tahun 1912 bahasa Belanda diajarkan mulai kelas 1 dan lama studi diperpanjang selama 7 tahun. Lamat laun Sekolah Kelas Satu menyamai sekolah-sekolah yang tersedia bagi golongan bangsa lain, akan tetapi masih mempunyai kelemahan karena tidak membuka kesempatan untuk melanjutkan pelajaran.
4. Kurikulum Sekolah Kelas Dua
Disebut Sekolah Kelas Dua karena orang-orang yang sekolah disana khusus sebagian kecil rakyat. Sekolah ini akan mempersiapkan berbagai ragam pegawai rendah untuk kantor pemerintah dan perusahaan swasta. Disamping itu juga untuk mempersiapkan guru bagi Sekolah Desa.Sekolah ini mempunyai kurikulum yang sangat sederhana dikarenakan sekolah ini pada mulanya untuk seluruh rakyat Indonesia walupun dalam perkembangannya kemudian lebih spesifik lagi. Program Sekolah Kelas Dua ini sama dengan program Sekolah kelas Satu kelas 1-3. Perlu diketahui, Reorganisasilah yan menyebabkan dua jenis sekolah ini, Sekolah Kelas Satu terutama bagi anak golongan atas dan Sekolah Kelas Dua untuk orang biasa.
5. Kurikulum VolkSchool
Kurikulum ini sangat sederhana. Kurikulum ini muncul seiring dengan kebutuhan rakyat yang pada saat itu banyak buta huruf dan tidak bisa berhitung. Akan tetapi, sekolah ini tetap saja dirasa tidak memenuhi keinginan murid untuk melanjutkan pelajarannya. Banyak anak-anak dari sekolah ini yang ingin dipindahkan ke Sekolah Kelas Dua. Pada akhirnya, sekolah desa ini menjadi substruktur dari Sekolah Kelas Dua dengan mangadakan perbaikan kurikulum Sekolah Desa.
6. Kurikulum ELS (Europese Lagere School)
Setelah Hindia Belanda diterima kembali dari tangan Inggris pada tahun 1816 oleh para Komisariat Jendral , maka pendidikan ditanggapi secara lebih sungguh-sungguh. Akan tetapi kegiatan mereka hanya terfokus pada anak-anak berdarah Belanda. Sekolah Belanda ini sejak mulanya dimaksudkan agar sama dengan netherland, walaupun terdapat perbedaan tentang muridnya, khususnya pada permulaannnya. Kurikulum terdiri atas pelajaran membaca, menulis , berhitung, bahasa Belanda, sejarah, ilmu bumi dan mata pelajaran lainnya. Sedangkan pelajaran agama ditiadakan. Pada tahun 1868 bahasa prancis diajarkan dan merupakan syarat untuk masuk ke sekolah Belanda.
7. Kurikulum HCS (Holland Chinese School)
HCS mempunyai dasar yang sama dengan ELS. Bahasa Perancis biasanya diajarkan pada sore hari seperti halnya dengan bahasa Inggris, yang sebenarnya tidak diberikan kepada ELS, nemun diajarkan berhubung dengan kepentinan bagi perdagangan. Kurikulum dan buku pelajarannyapun sama dengan ELS.
8. Kurikulum HIS (Holland Inlandse School) Pendirian HIS pada prinsipnya dikarenakan keinginan yang kian menguat di kalangan orang Indonesia untuk memperoleh pendidikan, khususnya pendidikan Barat. Kurikulum HIS seperti yang tercantum dalam Statuta 1914 No. 764 meliputi semua mata pelajaran. Lulusannyapun akhirnya bisa melanjutkan ke STOVIA(School tot Opleiding van Indisce Artsen, Sekolah “Dokter Djawa”) dan MULO. Selain itu mereka memasuki Sekolah Guru, Sekolah Normal, Sekolah Teknik, Sekolah Tukag, Sekolah Pertanian, Sekolah Menteri Ukur, dan lain-lain.
9. Kurikulum MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs)
Dengan program yang diperluas. MULO merupakan sekolah pertama yang tidak mengikuti pola pendidikan Belanda, namun tetap berorientasi ada Barat dan tidak mencari penyesuaian dengan keadaan Indonesia. Programnya terdiri atas empat bahasa yakni, belanda, Perancis, Inggris dan Jerman. Kursus MULO ini dibuka pada tahun 1903. Kursus ini dimaksud sebagai sekolah rendah .
10. Kurikulum HBS (Hogere Burger School)
Kurikulum HBS di Indonesia tak sedikitpun berbeda dengan yang ada di negeri Belanda. Kurikulum ini dirasa mantap tanpa mengalami banyak perubahan. Apa yang diajarkan tampaknya universal. Bahannyapun apat berubah disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, namun mata pelajarannya tetap sama. Siswa HBS harus mempunyai bakat yang tinggi dalam IPA , matematika ataupun bahasa. Dan untuk gurunyapun, hanya mereka yang memperoleh gelar Ph.D (Doktor) atau diploma yang boleh mengajar. Dengan demikian ini dapat mencapai taraf yang sama dengan sekolah yang terdapat di Netherland.
B.       Periode Tahun 1945 Sampai Tahun 1968 (Masa Kemerdekaan dan Pemerintahan OrdeLama) .
1.     Kurikulum 1947, Rentjana Pelajaran 1947 Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasaBelanda leer plan artinya rencana pelajaran, istilah ini lebih popular disbanding istilah curriculum (bahasa Inggris). Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan asas pendidikanditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutanRentjana Pelajaran 1947, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950.Bentuknya memuat dua hal pokok: * Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, * Garis-garis besar pengajaran. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikankolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakansebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini. Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan pikiran. Yang diutamakanadalah : pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Materi pelajarandihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
2.     Kurikulum 1952, Rentjana Pelajaran Terurai 1952 Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yangkemudian diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligusciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Silabus mata pelajarannyamenunjukkan secara jelas bahwa seorang guru mengajar satu mata pelajaran, (Djauzak Ahmad, Dirpendas periode1991-1995).
3.     Kurikulum 1964, Rentjana Pendidikan 1964 Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana(Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan,dan jasmani. Ada yang menyebut Panca wardhana berfokus pada pengembangan dayacipta, rasa, karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatanfungsional praktis.
C.      Periode Tahun 1968 Sampai Tahun 1999 (Masa Pemerintahan Orde Baru) Perkembangan Kurikulum
1.     Kurikulum 1968 Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti Rencana Pendidikan 1964 yangdicitrakan sebagai produk Orde Lama. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasilasejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani,moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Dalam kurikulum ini tampak dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dankonsekuen. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran:kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Mata pelajaran dikelompokkan menjadi 9 pokok. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagaikurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok saja,” . Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan danketerampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.2. Kurikulum 1975Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien. Menurut Drs Mudjito; Ak; Msi (Direktur Pemb. TK dan SD Depdiknas). yang melatar belakangi lahirnya kurikulum ini adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaituMBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yangdikenal dengan istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi : tujuan instruksional umum (TIU), tujuaninstruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar,dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibuat sibuk menulis rincian apayang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
2.     Kurikulum 1984 Kurikulum 1975 yang Disempurnakan Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning (SAL). CBSA merupakan suatu upaya dalam pembaharuan pendidikan dan pembelajaran pada saat itu. Pendekatannya menitikberatkan pada keaktifan siswa yang merupakan inti dari kegiatan belajar. Dalam CBSA kegiatan belajarnya diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan seperti mendengarkan, berdiskusi, membuat sesuatu, menulis laporan, memecahkan masalah, membentuk gagasan, menyusun rencana dan sebagainya. Adapun kegiatan yang dilakukan guru adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan lembar Kerja 2. Menyususn tugas bersama siswa 3. Memberikan informasi tentang kegiatan yang akan di susun. 4. Memberikan bantuan dan pelayanan apabila siswa mendapat kesulitan 5. Menyampaikan pertanyaan yang bersifat asuhan 6. Membantu mengarahkan rumusan kesimpulan umum. 7. Memberikan bantuan dan pelayanan khusus kepada siswa yang lamban 8. Menyalurkan bakat dan minat siswa 9. Mengamati setiap aktivitas siswa. Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan,Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986.Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yangdiujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional.Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalahsuasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelangambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Akhirnya penolakan CBSA bermunculan.
3.     Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999 Perkembangan Kurikulum Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulumsebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Sayang, perpaduan antara tujuan dan proses belum berhasil. Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Materimuatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasadaerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezimSoeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannyalebih pada menambal sejumlah materi.
Selain kurikulum di atas, muncul juga beberapa kurikulum baru seperti :
1.   Kurikulum  Berbasis Kompetensi (KBK)
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004, adalah kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak tahun 2004 walau sudah ada sekolah yang mulai menggunakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Secara materi, sebenarnya kurikulum ini tak berbeda dari Kurikulum 1994, perbedaannya hanya pada cara para murid belajar dikelas.Dalam kurikulum terdahulu, para murid dikondisikan dengan sistem caturwulan. Sedangkan dalam kurikulum baru ini, para siswa dikondisikan dalam sistem semester. Dahulu pun, para murid hanya belajar pada isi materi pelajaran belaka, yakni menerima materi dari guru saja. Dalam kurikulum 2004 ini, para murid dituntut aktif mengembangkan keterampilan untuk menerapkan IPTEK tanpa meninggalkan kerja sama dan solidaritas, meski sesungguhnya antar siswa saling berkompetisi. Jadi di sini, guru hanya bertindak sebagai fasilitator, namun meski begitu pendidikan yang ada ialah pendidikan untuk semua.Dalam kegiatan di kelas, para siswa bukan lagi objek,namun subjek. Dan setiap kegiatan siswa ada nilainya.
Kurikulum berbasis kompetensi merupakan suatu desain kurikulum yang dikembangkan berdasarkan seperangkat kompetensi tertentu. Mengacu pada pengertian tersebut, dan juga untak merespons terhadap keberadaan PP No.25/2000, maka salah satu kegiatan yang perlu dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Depdiknas adalah menyusun standar nasional untuk seluruh mata pelajaran, yang mencakup komponen-komponen; (1) standar kompetensi, (2) kompetensi dasar, (3) materi pokok, dan (4) indikator pencapaian. Sesuai dengan komponen-komponen tersebut maka format Kurikulum 2004 yang memuat standar kompetensi nasional matapelajaran adalah seperti tampak pada Standar kompetensi diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilari, sikap, dan tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai dalam mempelajari suatu matapelajaran.
Ranah kompetensi yang terdapat dalam KBK,antara lain: kompetensi akademik(academic competency), kompetensi kehidupan(life competency),dan kompetensi karakter nasional(national character competency).Untuk mencapai kompetensi tersebut, maka pembelajaran  ditekankan pada bagaimana siswa belajar tentang belajar(learning how to learn).KBK itu sendiri Cakupannya ialah  standar kompetensi , standar isi (content standard) dan standar penampilan (performance standard). Kompetensi dasar, merupakan jabaran dari standar kompetensi, adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap minimal yang harus dikuasai dan dapat diperagakan oleh siswa pada masing-masing standar kompetensi. Materi pokok atau materi pembelajaran, yaitu pokok suatu bahan kajian yang dapat berupa bidang ajar, isi, proses, keterampilam, serta konteks keilmuan suatu mata pelajaran. Sedangkan indikator pencapaian dimaksudkan adalah kemampuan-kemampuan yang lebih spesifik yang dapat dijadikan sebagai ukuran untuk menilai ketuntasan belajar.
2.   Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
KTSP atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan di Indonesia.KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh BSNP.
Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu p pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan revisi dan pengembangan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi atau ada yang menyebut Kurikulum 2004. KTSP lahir karena dianggap KBK masih sarat dengan beban belajar dan pemerintah pusat dalam hal ini Depdiknas masih dipandang terlalu intervensi dalam mengembangan kurikulum. OIeh karena itu, dalam KTSP beban belajar siswa sedikit berkurang dan tingkat satuan pendidikan (sekolah, guru, dan komite sekolah) diberikan kewenangan untuk mengembangan kurikulum, seperti membuat indikator, silabus, dan beberapa komponen kurikulum lainnya.
3.   Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum terbaru, hasil penyempurnaan kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum KTSP atau Kurikulum tingkat satuan pendidikan. Perubahan mendasar adalah dikuranginya beberapa mata pelajaran di tingkat satuan pendidikan SD dan SMP, serta dihilangkannya sistem penjurusan pada jenjang atau tingkat satuan pendidikan SMA.
Menteri Pendidikan dan Budaya menjelaskan bahwa kurikulum 2013 lebih bersifat tematik integrative yang berarti bahwa ada mata pelajaran yang terkait satu sama lain yakni dengan kata lain mata pelajaran bukan dihilangkan melainkan digabung. Pada kurikulum ini, guru tak lagi dibebani dengan kewajiban membuat silabus pengajaran untuk siswa setiap tahun seperti yang terjadi pada KTSP.
Tujuan kurikulum 2013, sebagaimana yang tercakup dalam Kompetisi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD), bahkan silabus dan buku, telah dipriskripsikan secara terpusat.
Henny Supolo Sitepu (Mohammad Nuh,2013:192-198) kurikulum 2013 ini memusatkan pada pengembangan karakter siswa. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) kurikulum 2013 menyebutkan 3 kelompok sikap yang diharapkan dimiliki lulusan, yaitu sifat individu, sikap sosial, dan sikap alam. Terminologi “akhlak mulia” yang tercantum di pasal 3 UU No 20/2003 tujuan system pendidikan nasional dijabarkan dalam SKL sebagai sikap individu yaitu jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli dan santun.  Kemudian sikap sosial yaitu memiliki toleransi, gotong royong, kerjasama dan musyawarah. Sedangkan sikap alam mencakup  pola hidup sehat, ramah lingkungan, patriotic dan cintaperdamaian.
Menurut St. Kartono (Mohammad Nuh,2013:231) kurikulum 2013 memiliki sasaran dalam setiap jenjang. Untuk tingkat SD, diprioritaskan untuk pembentukan sikap. Sementara tingkat SMP difokuskan untuk mengasah keterampilan dan untuk tingkat SMA dimulai membangun pengetahuan.

Belakangan ini muncul isu baru seperti yang dimuat di surabayanews.co.id, kementerian kebudayaan pendidikan dasar dan menengah berencana akan menghapus kurikulum 2013 dan mengganti dengan kurikulum nasional pada tahun 2018 mendatang.
Setahun lebih pelaksanaan kurikulum 2013 masih diwarnai permasalahan demi permasalahan seperti kacaunya distribusi buku kurikulum, belum pahamnya guru menerapkan kurikulum 2013 bahkan akhir-akhir ini ditemukan buku berisi ajaran radikal di buku agara kurikulum 2013.
Saat ditemui di Surabaya, Unifah Rosyidi direktorat jenderal ketenagaan pendidikan kementerian pendidikan mengakui pada tahun 2018 mendatang kurikulum 2013 akan diganti menjadi kurikulum nasional, setelah seluruh sekolah sudah menerapkan kurikulum 2013. Tetapi saat ini pihaknya masih belum melakukan sosialisasi karena masih fokus pada perbaikan kurikulum 2013.
Dirinya menilai materi di kurikulum 2013 sangat baik tetapi masih banyak kekurangan dikarenakan mepetnya persiapan pelaksanaan kurikulum 2013. Pergantian kurikulum 2013 menjadi kurikulum nasional sebagai perbaikan atau penyempurnaan kurikulum 2013 karena selama ini kurikulum 2013 masih banyak kekurangan.
Pada dasarnya perubahan kurikulum yang terjadi memang memiliki tujuan yang sama yaitu untuk memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia, namun secara tidak langsung perubahan yang terjadi terus menerus malah akan membuat bingung para pendidik, apalagi perubahannya tidak dalam kurun waktu yang ditentukan. Perbaikan sistem pendidikan memang sangat perlu dilakukan namun yang paling penting adalah sudahkah perubahan tersebut berdampak baik pula bagi guru maupun siswa yang menjadi sasaran dari perubahan kurikulum tersebut.

Sumber :

http://kurikulum-umyana.blogspot.com/ diakses pada tanggal 25 Agustus 2015 pukul 16.12 WITA


PENGEMBANGAN PESERTA DIDIK (Tugas 1)


Perkembangan siswa atau murid merupakan hal yang paling penting yang perlu dipelajari oleh calon pendidik. Tidak jarang kita jumpai guru maupun calon guru yang tidak terlalu paham bagaimana perkembangan peserta didiknya sehingga cara mengajarnyapun tidak nyambung dan tidak sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya, sehingga hal tersebut menyulitkan guru terutama calon guru untuk mendapatkan perhatian siswa pada saat mengajar.
Menurut pendapat Syamsu Yusuf (2002:15) menyatakan bahwa ”perkembangan adalah perubahan-perubahan yang dialami oleh individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturition) yang berlangsung secara sistematis, progresif dan berkesinambungan baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah).”
Kemudian Jean Piaget, dalam buku perkembangan anak dan remaja yang disusun oleh Syamsu Yusuf (2002 : 4)  ”Perkembangan manusia dapat digambarkan dalam konsep fungsi dan struktur. Konsep Fungsi merupakan mekanisme biologis bawaan yang sama bagi setiap orang atau kecenderungan biologis untuk mengorganisasikan pengetahuan ke dalam struktur kognisi. Sementara struktur merupakan interelasi (saling berkaitan) sistem pengetahuan yang mendasari dan membimbing tingkah-laku inteligensi.”
Berkaitan dengan perkembangan psikis siswa, tidak bisa lepas dari perkembangan psikologisnya. Peran guru sebagai pendidik juga mau tidak mau memaksa kita untuk menjadi konsultan serta pengganti orang tua atau orang tua kedua bagi siswanya. Sering kita jumpai siswa yang acuh tak acuh terhadap gurunya terutama bagi guru baru. Saat pertama mengajar tidak jarang kita temukan banyak guru yang mengaku kewalahan bahkan dikerjai oleh siswanya. Hal ini sering dialami juga oleh mahasiswa PPL yang ditempatkan terutama di SMP, SMA maupun SMK. Ada rasa ketakutan tersendiri bagi mahasiswa yang melakukan PPL di tingkat SMP maupun SMA/SMK, baik itu ketakutan terhadap guru pamong maupun ketakutan akan diacuhkan dan dikerjai oleh siswanya. Ada saja tingkah laku yang mereka lakukan untuk mencari perhatian gurunya.
Disinilah pentingnya kita untuk mengetahui perkembangan psikologi anak terutama siswa yang sudah menginjak di usia remaja, di mana emosi dan kejiwaan mereka masih labil dan memerlukan perhatian khusus. Untuk mengatasi hal tersebut bisa kita menggunakan pendekatan terhadap siswa – siswa yang bersangkutan, karena kebanyakan siswa yang acuh tak acuh atau nakal di dalam kelas tersebut bukan berarti mereka tidak menyukai gurunya, namun mereka sedang mencari perhatian lebih.
Menurut saya hal yang paling penting untuk kita sebagai calon guru selain mengetahui perkembangan psikologis anak didiknya yaitu bagaimana cara untuk menjadi guru yang menyenangkan bagi siswanya. Hal tersebut merupakan kunci utama kesuksesan seorang guru dalam mengajar, seperti halnya dulu sayapun pernah mengalaminya. Sesulit apapun mata pelajaran yang diajarkan tetapi jika guru yang mengajarnya menyenangkan maka sayapun akan semangat belajar walaupun saya tidak terlalu suka dengan mata pelajaran yang diajarkan.  






Sumber : http://www.lpmpjabar.go.id/index.php/rubrik/artikel/193-memet di akses tanggal 25 Agustus 2015 pukul 15.46 WITA