Seni
tidak bisa lepas dari kata kreativitas. Seni tanpa sentuhan kreativitas ibarat
”sebuah bangunan yang tak terawat,” dan lama kelamaan
ia hanya sebagai ”ruang kosong” yang tak mampu lagi memberikan manfaat bagi
kehidupan umat manusia. Demikian pula, seni tanpa nilai-nilai ibarat ”sebuah
intan permata yang tertutup debu,” sehingga ia tak mampu lagi mengeluarkan
cahaya terang di saat kegelapan.
PAKEM.
Jika mendengar kata ini maka akan terbayang dalam imajinasi kita bahwa kata
pakem tersebut identik dengan tradisional atau tradisi, karena pakem muncul
karena aturan atau pandangan para leluhur terdahulu kita yang secara turun
temurun diikuti oleh generasi-generasi berikutnya. Istilah tradisional berasal
dari kata “tradisi” yang menunjuk kepada suatu kebiasaan
atau prilaku yang didasarkan pada tata aturan atau norma tertentu baik secara
tertulis maupun tidak tertulis yang diwariskan secara turun temurun dari suatu
generasi ke generasi berikutnya. Berdasarkan pengertian tersebut, maka secara
singkat dapat dikatakan bahwa karya seni rupa tradisional adalah karya seni
rupa yang bentuk dan cara pembuatannya nyaris tidak berubah diturunkan dari
satu generasi ke generasi berikutnya. Bukan hanya itu, nilai dan landasan
filosofis yang berada dibalik bentuk karya seni rupa tradisional tersebut pun
umumnya relatif tidak berubah dari masa-ke masa. Bentuk-bentuk seni rupa
tradisional ini dibuat dan diciptakan kembali mengikuti suatu aturan (pakem)
yang ketat berdasarkan sistem keyakinan atau otoritas tertentu yang hidup dan
terpelihara di masyarakatnya. Dalam konteks perkembangan seni rupa di Barat
(Eropa), istilah seni rupa tradisional ini menunjukkan pada otoritas penguasa
agama (gereja), raja dan para bangsawan. Para seniman tradisional menciptakan
karya berdasarkan keinginan atau aturan yang telah ditetapkan sesuai ”selera”
institusi-institusi tersebut dan berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,
sepanjang kekuasaan institusi-institusi tersebut.
Berdasarkan pengertian seni tradisional tersebut,
dapat dilihat bahwa berbagai karya seni rupa di Indonesia kebanyakan masih
terikat oleh pakem tradisi. Karya-karya seni tradisi ini umumnya hidup di
lingkungan masyarakat yang masih kuat memegang norma atau adat istiadat yang
diwariskan para leluhurnya. Perubahan umumnya terjadi pada fungsi dari
benda-benda kriya tersebut yang semula berfungsi sebagai benda pakai atau
benda-benda pusaka kini menjadi benda hias atau cindera mata.
Namun seiring
berkembangnya zaman, pakem-pakem yang mengikat tersebut perlahan-lahan hilang
walaupun tidak sepenuhnya hilang tetapi dapat dibilang para perupa-perupa jebolan
akademis yang bermunculan sudah tidak memerlukan lagi atau bahkan tidak
memperhatikan pakem tersebut. Lihat saja banyak pelukis-pelukis yang tidak lagi
memperdulikan pakem yang sudah memang sejak dahulu digunakan dalam berkarya
seni, misalnya dulu pelukis harus menggunakan kanvas serta cat untuk melukis,
namun sekarang melukis tidak harus menggunakan kanvas atau kertas saja. Melukis
bisa dilakukan di mana saja, baik itu di tembok, di jalan, maupun media-media
yang lain.
Berangkat
dari hal yang sederhana seperti itu saja, sudah dapat kita lihat bahwa
perkembangan seni rupa tradisi saat ini tidak lagi terikat oleh pakem-pakem
yang dibuat oleh orang-orang zaman dulu. Kita bisa mendobrak pakem-pakem
tersebut asal masih dalam konteks yang wajar dan tidak menimbulkan kontroversi
serta tidak merusak nilai-nilai yang terkandung didalamnya.
Kita tidak
bisa memungkiri bahwa Indonesia merupakan negara yang sedang mengalami proses
perkembangan. Memang tradisi harus kita pertahankan namun di sisi lain kita
juga harus mengikuti perkembangan zaman agar tidak ketinggalan terlalu jauh.
Sebenarnya banyak orang yang menyalahartikan tentang pendobrakan pakem tradisi
yang dilakukan oleh akademisi saat ini. Mereka beranggapan bahwa para akademisi
sudah tidak lagi memperdulikan tradisi yang dipertahankan sejak dulu, padahal
jika kita teliti lebih jauh para akademisi tidak melupakan tradisi. Mereka
hanya merubah sedikit demi sedikit tradisi tersebut. Hal ini yang kemudian
dikenal dengan proses kreativitas.
Pada dasarnya manusia tidak bisa mencipta, manusia hanya
meniru apa yang sudah ada dan sudah diciptakan di bumi. Namun, banyak orang
menyalahartikan kata kreatif, di mana kreatif selalu diartikan sebagai prosen
penciptaan sesuatu yang baru. Hal ini yang menyebabkan kebanyakan orang
berfikir bahwa seni rupa modern sudah tidak lagi mengenal pekem tradisi.
Padahal pakem tradisi tersebut tetap ada, hanya saja diubah sedikit demi
sedikit.
Tidak dapat kita pungkiri bahwa kehidupan dalam berkesenian
tidak bisa terlepas dari kreativitas seniman, respon dari masyarakat serta
hasil karya zaman dulu yang menjadi bahan pembanding untuk karya masa depan
yang akan dibuat. Oleh karena itu, pakem tradisi memang harus didobrak namun tetap mempertahankan nilai-nilai yang terkandung
didalamnya karena kita sebagai makhluk yang diciptakan dan tidak akan mungkin
bisa mencipta, kita hanya bisa meniru dan mengikuti aturan-aturan yang sudah
ada serta merubahnya sehingga menjadi sesuatu yang bisa dikatakan baru.
:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar