Jumat, 04 April 2014

MENDOBRAK PAKEM TRADISI



Seni tidak bisa lepas dari kata kreativitas. Seni tanpa sentuhan kreativitas ibarat ”sebuah bangunan yang tak terawat,” dan lama kelamaan ia hanya sebagai ”ruang kosong” yang tak mampu lagi memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia. Demikian pula, seni tanpa nilai-nilai ibarat ”sebuah intan permata yang tertutup debu,” sehingga ia tak mampu lagi mengeluarkan cahaya terang di saat kegelapan.
PAKEM. Jika mendengar kata ini maka akan terbayang dalam imajinasi kita bahwa kata pakem tersebut identik dengan tradisional atau tradisi, karena pakem muncul karena aturan atau pandangan para leluhur terdahulu kita yang secara turun temurun diikuti oleh generasi-generasi berikutnya. Istilah tradisional berasal dari kata “tradisi” yang menunjuk kepada suatu kebiasaan atau prilaku yang didasarkan pada tata aturan atau norma tertentu baik secara tertulis maupun tidak tertulis yang diwariskan secara turun temurun dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Berdasarkan pengertian tersebut, maka secara singkat dapat dikatakan bahwa karya seni rupa tradisional adalah karya seni rupa yang bentuk dan cara pembuatannya nyaris tidak berubah diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bukan hanya itu, nilai dan landasan filosofis yang berada dibalik bentuk karya seni rupa tradisional tersebut pun umumnya relatif tidak berubah dari masa-ke masa. Bentuk-bentuk seni rupa tradisional ini dibuat dan diciptakan kembali mengikuti suatu aturan (pakem) yang ketat berdasarkan sistem keyakinan atau otoritas tertentu yang hidup dan terpelihara di masyarakatnya. Dalam konteks perkembangan seni rupa di Barat (Eropa), istilah seni rupa tradisional ini menunjukkan pada otoritas penguasa agama (gereja), raja dan para bangsawan. Para seniman tradisional menciptakan karya berdasarkan keinginan atau aturan yang telah ditetapkan sesuai ”selera” institusi-institusi tersebut dan berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, sepanjang kekuasaan institusi-institusi tersebut.
Berdasarkan pengertian seni tradisional tersebut, dapat dilihat bahwa berbagai karya seni rupa di Indonesia kebanyakan masih terikat oleh pakem tradisi. Karya-karya seni tradisi ini umumnya hidup di lingkungan masyarakat yang masih kuat memegang norma atau adat istiadat yang diwariskan para leluhurnya. Perubahan umumnya terjadi pada fungsi dari benda-benda kriya tersebut yang semula berfungsi sebagai benda pakai atau benda-benda pusaka kini menjadi benda hias atau cindera mata.
       Namun seiring berkembangnya zaman, pakem-pakem yang mengikat tersebut perlahan-lahan hilang walaupun tidak sepenuhnya hilang tetapi dapat dibilang para perupa-perupa jebolan akademis yang bermunculan sudah tidak memerlukan lagi atau bahkan tidak memperhatikan pakem tersebut. Lihat saja banyak pelukis-pelukis yang tidak lagi memperdulikan pakem yang sudah memang sejak dahulu digunakan dalam berkarya seni, misalnya dulu pelukis harus menggunakan kanvas serta cat untuk melukis, namun sekarang melukis tidak harus menggunakan kanvas atau kertas saja. Melukis bisa dilakukan di mana saja, baik itu di tembok, di jalan, maupun media-media yang lain.
          Berangkat dari hal yang sederhana seperti itu saja, sudah dapat kita lihat bahwa perkembangan seni rupa tradisi saat ini tidak lagi terikat oleh pakem-pakem yang dibuat oleh orang-orang zaman dulu. Kita bisa mendobrak pakem-pakem tersebut asal masih dalam konteks yang wajar dan tidak menimbulkan kontroversi serta tidak merusak nilai-nilai yang terkandung didalamnya.
          Kita tidak bisa memungkiri bahwa Indonesia merupakan negara yang sedang mengalami proses perkembangan. Memang tradisi harus kita pertahankan namun di sisi lain kita juga harus mengikuti perkembangan zaman agar tidak ketinggalan terlalu jauh. Sebenarnya banyak orang yang menyalahartikan tentang pendobrakan pakem tradisi yang dilakukan oleh akademisi saat ini. Mereka beranggapan bahwa para akademisi sudah tidak lagi memperdulikan tradisi yang dipertahankan sejak dulu, padahal jika kita teliti lebih jauh para akademisi tidak melupakan tradisi. Mereka hanya merubah sedikit demi sedikit tradisi tersebut. Hal ini yang kemudian dikenal dengan proses kreativitas.
          Pada dasarnya manusia tidak bisa mencipta, manusia hanya meniru apa yang sudah ada dan sudah diciptakan di bumi. Namun, banyak orang menyalahartikan kata kreatif, di mana kreatif selalu diartikan sebagai prosen penciptaan sesuatu yang baru. Hal ini yang menyebabkan kebanyakan orang berfikir bahwa seni rupa modern sudah tidak lagi mengenal pekem tradisi. Padahal pakem tradisi tersebut tetap ada, hanya saja diubah sedikit demi sedikit.
          Tidak dapat kita pungkiri bahwa kehidupan dalam berkesenian tidak bisa terlepas dari kreativitas seniman, respon dari masyarakat serta hasil karya zaman dulu yang menjadi bahan pembanding untuk karya masa depan yang akan dibuat. Oleh karena itu, pakem tradisi memang harus didobrak  namun tetap mempertahankan nilai-nilai yang terkandung didalamnya karena kita sebagai makhluk yang diciptakan dan tidak akan mungkin bisa mencipta, kita hanya bisa meniru dan mengikuti aturan-aturan yang sudah ada serta merubahnya sehingga menjadi sesuatu yang bisa dikatakan baru.

:)
             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar