Sabtu, 12 Desember 2015

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK (TUGAS KELOMPOK)



TUTORIAL MEMBUAT STOPMOTION DENGAN TEKNIK MENEMPEL, MELIPAT, MENGGUNTING DAN MERAKIT

Tujuan utama mempelajari keterampilan menempel, melipat, menggunting maupun merakit pada siswa adalah untuk mengembangkan kecakapan visual dan meningkatkan kualitas rasa seni melalui berkarya dan mengamati lingkungan sekitar. Kecakapan visual atau sering disebut intelegensi visual (visual Intelligence) adalah kemampuan menanggapi dan memahami bentuk secara cepat. Kemampuan pemahaman bentuk berkembang seiring dengan perkembangan otak, pikiran dan perasaannya. Manfaat kemampuan memahami bentuk sangat banyak, mulai dari kegunaannya untuk belajar, merasakan hingga menangkap objek secara detail. Kegiatan menempel, melipat, menggunting maupun merakit merupakan kegiatan yang biasanya kita temukan di mana saja, bahkan pada anak usia dini pun sudah mulai diajarkan.

Merakit merupakan teknik membuat karya dengan cara menyambung-nyambung beberapa bagian / beberapa potong bahan dan hasilnya disebut sebagai benda rakitan. Potongan bahan tersebut disambung dengan cara dilem, dilas, dipatri, disekrup, dan dengan cara lain.
Menggunting merupakan kegiatan memotong sesuatu obyek. Kegiatan menggunting ini berguna untuk melatih anak agar mampu menggunakan alat, dan melatih keterampilan memotong objek gambar. Pada anak usia dini, keterampilan yang akan didapat oleh anak dari kegiatan menggunting yaitu keterampilan mengoperasikan alat gunting untuk memotong kertas, keterampilan memotong di tempat yang benar, kecermatan mana yang harus dipotong dan mana yang tidak boleh dipotong, dan kesabaran dalam proses pemotongan yang memakan waktu yang relatif lama.
Menempel merupakan kegiatan lanjutan dari menggunting. Kegiatan merakit, menggunting dan menempel mempunyai tujuan untuk melatih motorik siswa karena dapat diukur dari hasil keterampilan dalam penempelan gambar. Penempelan gambar dikatakan baik jika tepat pada tempat yang telah disediakan berupa bentuk kolom kosong yang terdapat garis pinggirnya untuk membatasi objek gambar yang telah diwarnai.
Sedangkan kegiatan melipat merupakan kegiatan membentuk kertas agar menjadi objek yang diinginkan. Dijepang kegiatan melipat kertas sangat terkenal karena perkembangan kreativitasnya sangat cepat. Seni melipat di jepang dikenal dengan istilah origami.
Dari pengertian kegiatan merakit, menggunting, menempel dan melipat di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan – kegiatan tersebut memiliki tujuan untuk melatih motorik halus dan motorik kasar siswa sehingga kegiatan tersebut sangat bermanfaat bagi siswa itu sendiri.
Bahkan dengan menggabungkan beberapa teknik – teknik sederhana tersebut kita dapat menghasilkan sebuah karya seni yang sangat menarik seperti stopmotion. Berikut adalah langkah – langkah membuat karya stopmotion dengan menggabungkan teknik menggunting, menempel, merakit dan melipat.
Alat :
-          Gunting
-          Cuter
-          Penggaris
-          Kamera
-          Tripod
-          Pensil
-          Spidol
-          Crayon
Bahan :
-          Kertas koran/majalah bekas
-          Kertas manila
-          Kertas origami
-          Lem




Cara membuat :
  1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
  2. Memilih gambar yang sesuai dengan tema pada kertas koran atau majalah bekas yang sudah disiapkan sebelumya.

  1. Menggunting gambar yang telah dipilih. Proses pengguntingan dilakukan 2x. obyek yang sudah digunting sebelumnya ditempel kembali pada kertas putih kemudian digunting lagi agar objek terlihat kontras dengan background ketika ditempel pada kertas manila.


  1. Memberi tambahan seperti mewarnai objek yang sudah digunting agar gambar terlihat lebih rapi dan estetis.

  1. Melipat kertas sesuai dengan objek yang dibutuhkan. Teknik melipat ini menggunakan kertas origami.



  1. Menata objek yang sudah digunting maupun yang sudah dibuat untuk proses pembuatan stopmotion

  1. Membuat stopmotion dengan menggunakan kamera DSLR. Yang perlu diperhatikan dalam pembuatan stopmotion ini adalah kamera tidak boleh digerakkan atau berpindah tempat agar background tidak bergerak sehingga pada saat pembuatan stopmotion kamera harus menggunakan tripod.

Pada pembuatan stopmotion ini kami menggunakan aplikasi Cyberlink. Foto yang sudah didapatkan (371 image) disatukan menggunakan aplikasi ini. Kemudian ditambahkan musik agar karya stopmotion lebih menarik. 
 
  1. Kegiatan terakhir yaitu merakit dan menempel gambar yang digunakan dalam pembuatan stopmotion sebagai wujud hasil akhir karya.

Sumber :


 

Senin, 30 November 2015

Perkembangan Peserta Didik (Tugas 14)



Intelegent Quotient ( IQ ), Emosi Quottient ( EQ ), Spiritual Quotient ( SQ ) dan Adversity quotient ( AQ )

Berbicara mengenai mencerdaskan anak, maka pikiran kita akan tertuju pada dunia pendidikan. Secara umum, proses mencerdaskan anak adalah dengan pendidikan. Pendidikan tidak hanya dilakukan di sekolah tetapi juga di keluarga, dan masyarakat. Dalam hal ini IQ, EQ, dan SQ adalah satu paket kecerdasan yang harus secara utuh dimiliki setiap anak. Kecerdasan IQ, EQ, dan SQ adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
IQ atau intelligence quotient penekanannya lebih diarahkan pada kecerdasan otak yang meliputi kecerdasan matematis dan berbahasa yang berhubungan dengan kemampuan kognitif anak. Kecerdasan yang kedua adalah emotional quotient atau disebut EQ yaitu kematangan emosi seseorang dan pemahaman terhadap diri sendiri. Kecerdasan emosi tidak hanya berfungsi untuk mengendalikan diri tapi lebih dari itu mencerminkan kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan dan kepekaan terhadap orang lain. Spiritual Quotient atau SQ adalah kecerdasan spiritual yang lebih menekankan pada kemampuan memahami diri sendiri, agama, dan Tuhannya.

Berikut akan dijelaskan lebih lanjut tentang IQ, EQ, dan SQ :

Intelegent Quotient ( IQ ) / Kecerdasan Intelektual

Kecerdasan intelektual adalah bentuk kemampuan individu untuk berfikir, mengolah dan berusaha untuk menguasai lingkungannya secara maksimal secara terarah. Menurut Laurel Schmidt dalam bukunya Jalan pintas menjadi 7 kali lebih cerdas ( Dalam Habsari 2004 : 3) membagi ilmu pengetahuan untuk kecerdasan dalam enam macam, antara lain adalah sebagai berikut:
  1. Kecerdasan fisual / spesial ( kecerdasan gambar)
  2. Kecerdasan veerbal / linguistik ( kecerdasan Berbicara
  3. Kecerdasan music
  4. Kecerdasan logis / matematis ( Kecerdasan angka)
  5. Kecerdasan interpersonal ( cerdas diri )
  6. Kecerdasan intrapersonal ( cerdas bergaul).


Emosi Quottient ( EQ ) atau Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali, mengendalikan, dan menata perasaan sendiri dan orang lain secara mendalam sehingga kehadirannya menyenangkan dan didambakan oleh orang lain. Daniel Goleman didalam buku kecerdasan emosi memberi tujuh kerangka kerja kecakapan ini, yaitu:
  1. Kecakapan pribadi yaitu kecakapan dalam mengelola diri sendiri.
  2. Kesadaran diri yaitu bentuk kecakapan utuk mengetahui kondisi diri sendiri dan rasa percaya diri yang tinggi.
  3. Pengaturan diri : yaitu bentuk kecakapan dalam mengendalikaan diri dan mengembangkan sifat dspst dipercaya, kewaspadaan, adaptabilitas, dan inovasi.
  4. Motivasi : yaitu bentuk kecakapan untuk meraih prestasi, berkomitmen, berinisiatif, dan optimis.
  5. Kecakapan sosial yaitu bentuk kecakapan dalam menentukan seseorang harus menangani suatu hubungan.
  6. Empati : yaitu bentuk kecakapan untuk memahami orang lain, berorientasi pelayanan dengan mengambangakan orang lain. Mengatasi keragmana orang lain dan kesadaran politis.
  7. Ketrampilan sosial: Yaitu betuk kecakapan dalam menggugah tenggapan yang dikehendaki pada orang lain . kecakapan ni meliputi pengaruh, komunikasi, kepemimpinan, katalisator perubahan, manajemen konflik, pengikat jaringan, kolaboradi dan kooperasi serta kemampuan tim.


Spiritual Quotient ( SQ ) atau kecerdasan spiritual

Adalah sumber yang mengilhami dan melambungkan semangat seseorang dengan mengikatkan diri pada nilai-nilai kebenaran tanpa batas waktu (Agus Nggermanto, Quantum Quotient,2001). Menurut Damitri Mhayana dalam Habsari ,2004. 

Ciri-ciri seseorang yang memiliki SQ tinggi adalah sebagai berikut:
  • Memiliki prinsip dan visi yang kuat.
  • Mampu melihat kesatuan dalam keaneka ragaman.
  • Mampu memaknai setiap sisi kehidupan.
  • Mampu mengelola dan bertahan dalam kessulitan dan penderitaan.
Selain ketiga konsep kecerdasan diatas terdapat juga konsep kecerdasan yang lain yaitu :
Adversity quotient ( AQ) atau kecerdasan dalam menghadapi kesulitan

Adalah bentuk kecerdasan seseorang untuk dapat bertahan dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dan mampu mengatasi tantangan hidup. Paul G Stoltz dalam Adversity Quotient membedakan tiga tingkatan AQ dalam masyarakat :
  1. Tinakat quitrers ( orang yang berhenti). Quiters adalah orang yang paling lemah AQ nya. Ketika ia menghadapi berbagai kesulitan hidup, ia berhenti dan langsung menyerah.
  2. Tingkat Campers ( Orang yang berkemah ). Campers adalah orang yang memiliki AQ sedang. Ia puas dan cukup atas apa yang telah dicapai dan enggan untuk maju lagi.
  3. Tingkat Climbers ( orang yang mendaki ). Climbers adalah orang yang memiliki AQ tinggi dengan kemampuan dan kecerdasan yang tinggi untuk dapat bertahan menghadpi kesulitan-kesulitan dan mapu mengatasi tantangan hidup.
Penerapan IQ, EQ, dan SQ dalam dunia pendidikan khususnya anak usia dini berdasarkan hasil observasi, pengamatan, dan studi yang dilakukan beberapa peneliti di beberapa lembaga PAUD dapat diuraikan sebagai berikut:
Berkaitan dengan IQ dapat  diterapkan di dalam materi pembelajaran sambil bermain contohnya yaitu mengajak anak bermain peran konsep jual beli, dalam hal itu secara tidak langsung anak akan belajar berhitung, mendaftar barang dagangan, menghafal daftar harga barang dagangan, belajar konsep uang, dan konsep mengelompokkan barang sesuai jenisnya misal sayuran atau buah-buahan.
Sedangkan penerapan EQ yang bisa dicontohkan dari kegiatan bermain peran jual beli adalah mengajarkan anak untuk sabar dalam menghadapi pembeli, mengajarkan tanggung jawab atas barang dagangannya, dan mengajarkan anak berbagi dengan sesamanya.
Penerapan SQ dalam kegiatan tersebut adalah mengajarkan anak nilai-nilai moral dan agama yaitu dengan melatih anak bersikap jujur terhadap pembeli, mengajarkan anak untuk berlaku adil terhadap pembeli, mengajarkan anak untuk bersikap santun ketika melayani pembeli, dan mengajarkan anak untuk menjaga kebersihan ketika bermain peran jual beli.
Dari pemaparan konsep kecerdasan diatas serta implementasinya dalam dunia pendidikan, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan anak pada dasarnya bisa dilatih. Baik itu dalam lingkungan sekolah, lingkungan sosial dan yang paling utama adalah di lingkungan keluarga. Keluarga sebagai orang yang paling dekat dengan anak sudah sewajarnya memberikan dukungan penuh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak terutama perkembangan kecerdasannya. Tidak ada anak yang dilahirkan bodoh, jika kita sabar dan memberi tindakan yang tepat maka akan terlihat potensi anak yang sebenarnya. Seperti yang kita ketahui bahwa anak yang pinta di bidang mata pelajaran tertentu yang berkaitan dengan SAINS akan dikatakan jenius. Padahal sebenarnya jika anak tidak memiliki keahlian atau ketertarikan dibidang tersebut mungkin akan memiliki potensi lebih di bidang yang lainnya. Oleh karena itu, akan lebih baik jika ketiga aspek tersebut diketahui lebih awal aspek mana yang merupakan potensi bagi si anak sehingga potensi tersebut bisa dikembangkan dan diberikan tindakan yang tepat.
Sumber :
http://www.iptek.info/2014/10/pengertian-potensi-diri-iq-eq-aq-dan-sq.html diakses pada tanggal 27 November 2015 pukul 11.15 WITA
http://aprilsinta.blogspot.co.id/2013/10/penerapan-iq-eq-dan-sq-dalam-dunia.html diakses pada tanggal 27 November 2015 pukul 11.17 WITA