Kamis, 28 Agustus 2014

TUGAS I (B)

INTERDISIPLINER DALAM MEDIA BARU SENI RUPA

Kajian dalam seni tidak semata-mata berfokus kepada mono disiplin. Masalah kajian dalam seni harus menjadi fokus utama semasa memulakan sesuatu kajian yang sistematik dan saintifik. Penyataan masalah adalah berdasarkan kepada latar belakang atau fakta ontologi terhadap makna seni. Perumusan terhadap latar belakang kajian akan terbentuk masalah kajian daripada persoalan harian yang dikumpulkan fakta-faktanya sehingga boleh diangkat menjadikan suatu masalah kajian yang baik untuk dikaji.
Interdisiplin sangat menunjang terwujudnya media – media baru dalam seni rupa. Kemunculan inovasi – inovasi yang kian berkembang tidak boleh keluar dari disiplin – disipli ilmu yang sudah ada. Seni (art) dalam pengertian yang sempit adalah sebuah disiplin kegiatan yang terbatas pada keahlian (skill) atau dapat diperluas untuk meliputi cara melihat dunia. Kata art diperoleh dari bahasa Latin ars, yang artinya skill. Seni adalah keahlian melakukan satu tindakan khusus, seperti seni (keahlian) berkebun atau bermain catur.
Hubungan antara eksperimentasi bahan dan penemuan konsep seni tertentu, seni rupa dan produk yang menggunakan media fisik dan non fisik, antara lain: warna, bentuk, bunyi, gerak, cahaya merupakan media. Kreatifitas dapat berkembang, sebab menemukan cara baru yang merupakan bagian dari kreatifitas seni modern.
Feldman (1967:308) menjelaskan jika teknologi baru dalam bidang komunikasi dengan ditemukannya kertas alat cetak oleh Gutenberg (1450) di Jerman. Maka seni rupa dimulai dengan penemuan cat minyak dan kanvas pada abad ke-15 di daerah Flam Belanda, telah mengubah seluruh persepsi seniman dalam melukis. Sebelumnya mereka mempergunakan teknik lukis tempera atau fresco untuk melukis dengan dinding sebagai kanvasnya. Selanjutnya dia menjelaskan adanya eksperimen dan penemuan teknik kolase, atau coller (bahasa Perancis = melem) mengubah cara melukis orang Eropa. Kemudian di zaman kubisme (Picasso, 1881-1975), merubah cara pandang melukis tradisional teknik cat minyak; yang semata bertujuan imitatif (meniru alam).
Selanjutnya, penemuan cat enamel untuk keperluan rumah tangga, yang diproduksi secara besar-besaran oleh pabrik, memberi kesempatan bagi Jackson Pollck (1912-1956), menciptakan teknik dan sekaligus gaya melukis yang khas yang disebut dengan abstrak-ekspresionisme.
Demikian juga teknik otomatisme Max Ernst (1891-1976), yang dia sebut : Collage yaitu teknik menempel, memberikan kesan ilusi atau Ilusionisme. Frottage yaitu teknik menggosok dengan meletakkan sebuah benda di bawah kertas atau kanvas kemudian gosokkan itu menghasilkan gambar otomatis.
Grattage yaitu menggoreskan cat dengan pisau palet. Occilation, yaitu mengucurkan cat melalui kaleng yang dilobangi dengan mengayun-ayunkan kaleng tersebut yang tergantung pada tali. Di samping itu Ernst memakai pita rekat (adhesive tape) menciptakan garis-garis yang lurus.
Teknik-teknik ini mengotomasisasikan penciptaan yang disebut lukisan. Di Indonesia, Mustika (2001) menjelaskan tentang pelukis Afandi (1907- ) yang melukis dengan cara menggantikan kuas dengan jari-jari tangannya. Teknik celup batik, dipergunakan oleh pelukis untuk melukis, dan banyak contoh lainnya di tanah air kita dalam mengembangkan teknik melukis, misalnya melukis dengan bulu ayam, melukis di atas kulit dan seterusnya.
Teknik dan media yang dipakai dalam seni rupa sangat bervarisi, dan menarik untuk dikaji ulang. Kini orang dapat melukis dengan bantuan teknik fotografi dan komputer untuk menghasilkan sebuah lukisan atau gambar. Namun teknologi dalam seni tidak sama dengan teknologi dalam enginering yang dapat berkembang tanpa batas. Kemudian dapat pula dipertimbangkan bahwa tradisi seni rupa yang telah berlangsung berabad lamanya masih berlaku sampai sekarang. Sebab teknik hanyalah alat yang dipakai dalam berseni. Oleh karena itu teknologi tradisional dalam seni masih dipelajari sampai sekarang oleh negara yang paling maju sekalipun teknologinya.
Teknik dan bahan dalam seni rupa selalu sebenarnya sudah mengalami kemajuan sejak dulu. Pelukis – pelukis zaman dulu juga melahirkan media – media baru.
Jika kita perhatikan saat ini banyak sekali bermunculan karya – karya seni instlasi baru dengan menyatukan beberapa unsur dan konsep aliran – aliran seni, seperti menyatukan seni kriya kayu dengan seni kriya tekstil atau menyatukan seni lukis dengan seni kriya tekstil. Banyak yang bisa kita jumpai saat ini terobosan terobosan baru seperti penggunaan bahan – bahan alami untuk kebutuhan produk tekstil, tentu saja para pembuat produk tersebut tidak hanya melihat dari aspek kesenirupaan saja, namun mereka juga pasti melakukan penelitian – penelitian apakah bahan alami tersebut benar – benar aman dan bisa digunakan untuk pembuatan produk tekstil.
Disiplin – disiplin inilah yang menjadi penunjang kemunculan media – media baru dalam seni rupa. Media boleh baru, bentuk dan warna boleh berubah sesuai dengan yang diinginkan pembuat namun harus tetap memperhatikan disiplin – disiplin ilmu yang ada.

Pustaka

TUGAS I (A)

INTERMEDIA (Media Baru Bagi Seni Rupa)

Intermedia. Kata ini mungkin tidak asing bagi mahasiswa di jurusan teknologi. Namun bagi anak seni rupa, kata intermedia merupakan hal baru. Intermedia adalah mata kuliah baru di jurusan seni rupa yang mengajarkan tentang media – media baru yang digunakan dalam kehidupan seni rupa.
Intermedia atau media baru muncul seiring berkembangnya media – media yang digunakan oleh perupa – perupa masa kini. Banyak sekali yang bisa kita temukan kemunculan inovasi dan kreativitas baru yang lahir dari perupa – perupa saat ini, bukan hanya perupa akademis saja namun perupa – perupa tradisi juga tidak mau kalah untuk mengembangkan kesenian yang sudah ada. Contohnya, kita mengetahui bahwa melukis hanya menggunakan media seperti kanvas, cat, kuas dan lain – lain, namun saat ini kita bisa menemukan banyak sekali pelukis yang melakukan jebolan yang bisa dikatakan unik. Seperti melukis menggunakan cahaya, melukis menggunakan pasir, garam, bahkan ada yang melukis di atas air.
Kemunculan media – media baru yang digunakan dalam seni rupa tidak hanya terjadi pada aliran seni rupa modern saja, tetapi juga mempengaruhi seni rupa tradisi dan kontemporer. Seperti yang kita lihat saat ini batik yang kita kenal dan kita tahu bahwa proses pembuatannya yang sangat susah dan memerlukan waktu yang lama, namun akhir – akhir ini juga muncul batik dengan teknik printing. Dari segi ekonomis batik printing memiliki harga yang relatif murah dan lebih terjangkau oleh masyarakat umum. Sisi positifnya dengan kemunculan batik printing, masyarakat umum bisa menggunakan batik sebagai pakaian sehari – hari karena harganya yang lebih terjangkau. Namun dari segi keaslian dan estetika, batik tulis jauh lebih bagus dan lebih berkualitas jika dibandingkan dengan batik printing dan sudah pasti harganyapun lebih mahal.
Di sisi lain tidak bisa kita pungkiri, kemunculan media – media baru terutama pada bidang teknologi juga membawa dampak negati bagi kehidupan seni rupa. Seperti munculnya alat – alat yang bisa menjiplak atau meniru karya seni maestro yang sudah ada. Namun kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan teknologi, karena kembali pada oknum yang melakukan hal tersebut. Namun dengan kemunculan media – media tersebut malah menambah semakin maraknya dunia seni rupa di mana orang – orang akan mulai berfikir dan mencari tahu bagaimana bentuk dan keaslian karya seni.
Selain menambah keberagaman seni rupa, kemunculan media baru juga melatih kita sebagai calon perupa untuk memperhatikan lingkungan sekitar. Dengan memperhatikan lingkungan sekitar kita dapat mempermudah kita berpikir dan melahirkan inovasi – inovasi baru dalam berkarya. Bagi anak muda terutama, saat ini belanja online sedang merajai dunia maya. Dapat kita lihat berbagai produk bisa dijual di sana. Hal ini sangat membantu bagi kita yang benar – benar ingin mengembangkan kreativitas yang kita miliki. Dengan adanya media baru kita dapat mengembangkan karya – karya seni yang sudah ada sebelumnya. Tidak hanya perupa akademis, perupa tradisipun tentu saja bisa mengembangkan karya seni tradisi yang sudah mereka miliki. Kita tidak harus mengubah pola tradisi yang sudah kita miliki, kita hanya perlu memoles dan mengolah pola dan konsep tersebut sehingga menjadi sesuatu yang baru tanpa mengubah nilai yang sudah ada didalamnya. Dengan begitu, kita tidak perlu takut untuk kehilangan kebudayaan dan konsep tradisi yang menjadi icon kita. Banyak perupa tradisi yang takut untuk melihat perkembangan dunia dan bahkan tidak mau menggunakannya karena takut nila yang terkandung dalan karya tersebut akan rusak. Namun sebenarnya pada konsepnya karya apapun yang kita hasilkan tidak pernah melenceng dari karya – karya tradisi yang muncul terlebih dahulu.
Berangkat dari hal yang sederhana saja, kita sebenarnya bisa memanfaatkan benda – benda di sekitar kita sebagai media baru dalam seni rupa. Tidak perlu berpatokan pada seni rupa Barat. Tanpa kita sadari, kita hanya berpatokan saja pada seni rupa Barat. Seperti halnya major art dan minor art, kriya dianggap sebagai minor art di Indonesia karena Indonesia masih berpegang teguh pada pola seni rupa Barat. Padahal potensi seni kriya sangat besar Indonesia karena begitu banyak pembuat seni kriya dan juga potensi alam dan kebudayaan yang mendukung.
Sudah sepatutnya kita sebagai calon perupa untuk melestarikan dan mengembangkan karya – karya seni dan kebudayaan yang kita miliki selama ini. Dengan memanfaatkan intermedia atau media baru, kita bisa mengembangkan pola pikir serta kreativitas yang kita miliki. Tentu saja dengan inovasi baru dan pemikiran – pemikiran baru. 

:)